Menurutnya, bisnis prostitusi menjadi sangat sulit semenjak pandemi virus corona. Apalagi pemerintah memperpanjang masa karantina, sehingga Randy terpaksa mengirim pesan rutin pada para pelanggannya agar bisnis tetap berjalan.
"Mereka ada di sini, Anda dapat memilih siapa pun yang Anda suka. Mereka tidak dapat pulang ke provinsi mereka karena COVID-19," bunyi pesan Randy pada para pelanggannya.
Randy mengatakan kepada Rappler bahwa mereka kesulitan mendapatkan bantuan dari pemerintah karena tidak dianggap sebagai rumah tangga keluarga.
"Mereka memberi kami bahan makanan pada hari Sabtu lalu, tetapi prosesnya sangat sulit," ungkapnya.
Baca Juga: 5 Artis Dikira Jalani Praktik Prostitusi, Ada yang Ditawar Rp 600 Juta
"Salah satu orang di sini, Jasper, berjalan bermil-mil hanya untuk sampai ke salah satu klien dan itulah sebabnya kami memiliki uang tunai sekarang," lanjut Randy.
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang hidup di luar lingkaran prostitusi? Rupanya, mereka tak mengalami hal yang lebih baik.
Jennifer, nama samaran wanita yang telah membantu perempuan HIV-positif sepertinya, mengatakan kepada Rappler bahwa krisis telah membuat mereka semakin sulit mendapatkan bantuan pemerintah dan perawatan kesehatan.
"Kami memiliki obat-obatan untuk diminum, tetapi lebih sulit untuk mendapatkannya sekarang karena karantina. Kami dapat bertahan hidup karena kami memiliki sebuah organisasi," ungkapnya.
Jika bukan karena organisasinya, Koalisi Melawan Perdagangan Perempuan-Asia Pasifik (CATW-AP), dia mengatakan perempuan yang dieksploitasi di komunitasnya akan lebih menderita selama pandemi.
Baca Juga: Kawasan Prostitusi Gang Sadar Banyumas Lockdown, Sepi Pelanggan
Salah seorang mantan pelacur dengan nama samaran Jaida mengaku khawatir, pandemi membuat teman-temannya kembali menjajakan tubuh mereka.