Hati Terketuk Adzan, Kisah Mualaf Teteskan Air Mata Terindah di Arafah

Syaiful Rachman Suara.Com
Jum'at, 22 Mei 2020 | 21:08 WIB
Hati Terketuk Adzan, Kisah Mualaf Teteskan Air Mata Terindah di Arafah
Seorang pria asal Skotlandia memilih untuk memeluk Islam. [BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang pria di Skotlandia yang memutuskan masuk Islam tanpa pernah bertemu sebelumnya dengan seorang Muslim, bercerita tentang salah satu puncak perjalanan spiritualnya dalam Ramadan dan Idul Fitri ketujuhnya.

Pengalaman istimewa itu adalah merasakan berkah di Padang Arafah dengan meneteskan "air mata terindah, yang terasa seperti permata."

Idul Fitri tahun ini adalah yang ketujuh bagi Alan Rooney, yang memutuskan untuk masuk Islam pada usia separuh baya tanpa pernah bertemu dengan seorang Muslim pun sebelumnya.

Bulan Ramadan dan Idul Fitri di tengah pembatasan sosial yang masih diterapkan di Inggris dan Skotlandia, tetap terasa khusus, kata Alan.

Baca Juga: DPR Minta Aparat Tak Represif Kepada Warga yang Salat Ied di Lapangan

"Alhamdulilah, ini Ramadan dan Idul Fitri ketujuh bagi saya, perjalanan spiritual yang luar biasa, sangat istimewa. Saya mendapat kesempatan ke sejumlah tempat termasuk ke Padang Arafah saat naik haji.

"Di tempat ini, saya menangis untuk pertama kalinya, air mata yang begitu indah, saya sangat merasakan berkah, kebahagiaan dan kasih Allah. Ini merupakan cara Tuhan menggerakkan hati saya.

"Ramadan dan Idul Fitri selalu merupakan hal istimewa buat saya karena merupakan waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah di rumah masing-masing (dalam kondisi lockdown), namun saya sangat rindu bertemu dengan teman-teman yang tak bisa saya temui karena lockdown," kata Alan kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.

Pria yang tinggal di Edinburgh, Skotlandia ini, secara resmi masuk Islam pada 2013 setelah belajar Qur'an selama sekitar 18 bulan. Saat itu ia menggambarkan dirinya sebagai "pria setengah baya, kulit putih, yang masuk Islam" sebelum bertemu dengan seorang Muslim pun.

Suara azan yang didengarnya ketika berlibur di Turki, mengetuk hatinya untuk mempelajari tentang Islam.

Baca Juga: Luke Shaw: Mason Greenwood Titisan RvP

Saat itu ia tinggal di Inverness, Skotlandia, kota dengan hanya satu masjid kecil.

Dalam tujuh tahun perjalanan spiritualnya untuk menemukan Islam, Alan bercerita apa yang ia sebut "meneteskan air mata paling indah."

"Pertama kali saya menangis dengan air mata paling indah yang pernah saya rasakan adalah saat saya berada di Padang Arafah, di luar Mekah saat menunaikan ibadah haji," cerita Alan tentang pengalaman tahun 2016 itu.

"Saya tidak pernah merasakan air mata seperti ini sebelumnya. Rasanya sangat berharga, seperti permata, dengan kesucian yang sangat dalam. Saya bahkan ingat suhu air mata ini, terasa dingin, tidak seperti air mata hangat saat kita menangis."

Air mata yang menunjukkan "berkah luar biasa serta kebesaran Allah yang maha pengasih," katanya lagi.

Tangisan dalam perjalanan spiritual ini juga terjadi bila mendengar tentang kisah kehidupan Nabi Muhammad atau mendengar tentang kebaikan yang dilakukan orang, katanya.

"Namun air mata ini berbeda dari air mata istimewa yang mengalir di Padang Arafah, air mata yang sangat berarti bagi saya. Inilah apa yang dilakukan Tuhan menggerakkan hati manusia."

Belajar tentang Islam selama 18 bulan

Setelah mendengar azan ketika berlibur di Turki pada tahun 2011, Alan langung membeli Qur'an di toko buku di Inverness, mulai mempelajari Qur'an, salat, serta berpuasa.

Ia mengatakan "Quran begitu mengguncangkan jiwanya, karena apa yang dibaca begitu banyak tentang diri sendiri. Sesuatu tentang diri sendiri yang tidak saya sukai dan saya memutuskan untuk berubah."

"Saya lakukan ini sendiri sekitar 18 bulan, tanpa bantuan siapa pun dan sebelum saya bertemu dengan seorang Muslim pun."

Setelah yakin dengan apa yang ia pelajari baru ia memutuskan masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat di masjid Inverness.

"Setelah 18 bulan, saya menganggap diri saya Muslim. Saya salat lima kali sehari, berpuasa di bulan Ramadan dan makan dan minum sesuai dengan ajaran Islam," katanya ketika itu.

Dr Waheed Khan, pengurus masjid di Inverness, yang menyaksikan Alan mengucapkan kalimat syahadat, mengatakan pria Skotlandia ini "sudah berulang kali membaca Qur'an, berpuasa" sebelum masuk Islam.

"Ini perjalanan spiritual dia, dia belajar terlebih dahulu, dan ketika datang ke masjid, dia sudah banyak mengetahui tentang Islam. Dia juga sangat sopan, rendah hati," kata Waheed Khan kepada BBC News Indonesia.

Mentor bagi orang yang masuk Islam

"Dia bahkan menjadi mentor bagi orang baru yang masuk Islam," tambahnya.

Sementara itu Amin Buxton, akademisi Muslim di Universitas Napier, Edinburgh mengatakan ,"Alan selalu mencari tahu lebih banyak dalam perjalanan spiritualnya dan ia sangat berdedikasi untuk membantu komunitas, khususnya mereka yang baru masuk Islam."

Alan sendiri mengatakan ia tidak hanya ingin menjadi mentor di Skotlandia namun di seluruh Inggris dan belahan dunia lain.

"Di kota tempat saya tinggal sekarang, Edinburgh, Skotlandia, saya mengajar mereka yang tertarik masuk Islam. Saya juga ingin terlibat menjadi mentor bagi mereka yang baru menjadi Muslim di seluruh negara saya dan tempat lain."

Namun ia mengatakan ia "masih terus belajar dan secara rutin hadir dalam berbagai program dan menghadiri ceramah ulama dari negara-negara lain."

Bertemu dengan para santri Indonesia di Hadramaut

Sejumlah perjalanannya ke luar negeri termasuk ke Yaman dan dia mengatakan sempat bertemu dengan para santri asal Indonesia di Hadramaut.

"Pada 2017 saya ke Hadramaut dan menghabiskan waktu 40 hari di pesantren Darul Mustafa di Tarif. Banyak santri Indonesia di sana dan saya berteman dengan sejumlah di antara mereka," ceritanya.

Sejak awal sampai saat ini, Alan mengatakan keputusannya untuk masuk Islam disambut keluarga dan teman-temannya.

"Alhamdulillah, saya tidak pernah mendapat reaksi negatif dari keluarga dan teman-teman setelah masuk Islam dan menjalankan ibadah. Orang yang kenal saya menerima keputusan ini bahkan bilapun ada yang tidak memahami keputusan ini," ceritanya.

"Saya pindah dari Inverness yang hanya punya satu masjid ke ibu kota Skotlandia, Edinburgh, di mana banyak terdapat masjid. Saya disambut di komunitas lokal baru di manapun saya tinggal."

Saat ini ia bekerja di badan amal yang membantu warga terkait masalah tunawisma, pekerjaan, hutang, masalah keluarga dan imigrasi.

"Masalah-masalah seperti ini semakin banyak dalam situasi pandemi dan lockdown, jadi saya tetap sibuk membantu orang,"

Alan mengatakan sejauh ini belum ada rencana khusus untuk Idul Fitri, sesuatu yang akan "terasa sangat aneh karena tidak dapat berkumpul dengan teman-teman lain satu komunitas."

"Namun mungkin saya akan bertemu dengan teman-teman melalui video. Akan sangat menyenangkan bertemu dengan yang lain walaupun melalui internet."

"Tahun ini adalah Ramadan dan, Insya Allah, Idul Fitri ketujuh bagi saya. Namun terkadang rasanya baru seperti kemarin, saya duduk di masjid kecil di Inverness dan mengucapkan kalimat syahadat," pungkas Alan menutup kisahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI