Suara.com - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan pandemi virus corona masih jauh dari berakhir. Ini setelah penambahan harian kasus virus corona di dunia mencapai angka tertinggi.
WHO mengatakan 106.000 kasus baru telah dilaporkan dalam 24 jam terakhir, Rabu (20/5/2020).
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus secara khusus menyatakan keprihatinan akan meningkatnya infeksi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Peringatan itu muncul seiring jumlah total kasus mendekati 5 juta.
Baca Juga: Kisah Mualaf di Inggris Jalani Ramadan di Tengah Isolasi Wabah Corona
WHO berjanji evaluasi penanganan virus corona, setelah dituduh 'terlambat' dan dilabeli 'boneka' China WHO: 'Kemungkinan virus corona tidak akan pernah hilang' 'New normal': Tudingan 'herd immunity' hingga 'mengorbankan nyawa demi bisnis' di balik protokol cegah Covid-19.
Tonggak yang suram itu tampaknya akan dicapai dalam waktu kurang dari dua pekan setelah dunia melewati angka 4 juta.
Para ahli memperingatkan bahwa jumlah sebenarnya dari infeksi kemungkinan jauh lebih tinggi, karena tingkat pengujian yang rendah di banyak negara memiringkan datanya.
Lebih dari 326.000 orang diketahui telah meninggal dengan virus corona di seluruh dunia, menurut penelusuran Universitas Johns Hopkins.
AS masih menjadi negara yang paling terdampak, dengan lebih dari 1,5 juta kasus dan 92.000 kematian sejauh ini.
Baca Juga: Perawat India Bantu Kelahiran 100 Bayi dari Janin Ibu Positif Corona
Apa kata WHO?
"Dalam 24 jam terakhir, ada 106.000 kasus dilaporkan ke WHO — yang terbanyak dalam satu hari sejak wabah dimulai," kata dr. Tedros dalam konferensi pers pada hari Rabu.
"Hampir dua pertiga dari kasus ini dilaporkan hanya di empat negara," tambahnya.
Dr. Tedros kemudian memperingatkan bahwa dunia masih menghadapi jalan panjang untuk dilalui dalam pandemi ini.
Peringatan itu ia sampaikan ketika sejumlah negara, termasuk AS, mulai melonggarkan pembatasan karantina wilayah.
Pada temu media terbaru, dr. Mike Ryan, direktur kedaruratan WHO, juga menentang penggunaan obat malaria kloroquin dan hidroksikloroquin sehubungan dengan Covid-19.
Hal itu ia lakukan setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan ia telah meminum obat tersebut dalam upaya menangkal virus, meskipun pejabat kesehatan publiknya sendiri memperingatkan tentang penggunaannya.
"Pada tahap ini, (baik) hidroksikloroquin atau kloroquin belum terbukti efektif dalam pengobatan Covid-19, atau dalam profilaksis (pencegahan) untuk tidak terserang penyakit ini," kata Dr Ryan.
"Sebenarnya, kebalikannya, dalam hal itu peringatan telah dikeluarkan oleh banyak pihak berwenang mengenai potensi efek samping dari obat tersebut."
Terlepas dari kekhawatiran ini, kementerian kesehatan Brasil mengeluarkan pedoman baru pada hari Rabu yang menyetujui penggunaan yang lebih luas kedua obat tersebut dalam kasus virus corona dengan gejala ringan.
Brasil saat ini dipimpin menteri kesehatan ketiganya dalam beberapa pekan, setelah dua menteri terakhir berselisih dengan Presiden Jair Bolsonaro atas penanganannya terhadap wabah virus.
Negara tersebut kini mencatat lebih dari 270.000 infeksi Covid-19 yang terkonfirmasi, terbanyak ketiga di dunia, dengan tambahan hampir 20.000 kasus pada hari Rabu saja.
Dengan peringatan para ahli bahwa negara ini masih beberapa minggu lagi sebelum mencapai puncaknya, ada kekhawatiran khusus tentang penyebaran virus yang cepat di daerah-daerah miskin dan masyarakat adat.