Masa-masa suram
Inggris menerapkan lockdown selama tujuh minggu dari Maret sampai Mei. Ada beberapa warga yang protes, tapi dibandingkan negara-negara lain, jumlahnya tidak banyak.
Pada 10 Mei, pemerintah, yang dipimpin Partai Konservatif, mengumumkan pelonggaran beberapa aturan lockdown di Inggris dan respon masyarakat atas pengumuman itu rupanya terbagi, tergantung afiliasi politiknya.
Menurut jajak pendapat YouGov, 61 persen pendukung Konservatif sepakat dengan perubahan tersebut, sementara hanya 32 persen pendukung partai oposisi, Partai Buruh, yang sepakat.
Baca Juga: Diduga Aniaya Istri Kedua, Anggota DPRD Kabupaten Tangerang Dipolisikan
Jika bicara soal sikap seputar protokol kesehatan, mayoritas pendukung dari kedua partai rupanya berpandangan serupa. Sebagian besar pendukung partai Konservatif dan Buruh mendukung langkah-langkah jaga jarak sosial, seperti bekerja dari rumah, menutup sekolah, dan melarang acara-acara besar.
Tim Bale, guru besar politik di Universitas Queen Mary di London, menjelaskan paradoks ini.
"Sikap mereka terhadap saran-saran yang diberikan oleh para ahli tidak ada hubungannya dengan aliansi politik mereka, kiri atau kanan, tapi lebih dipengaruhi oleh populisme, yang dapat ditemukan di keduanya," katanya. "Populis biasanya lebih mempertimbangkan 'akal sehat' daripada pandangan ahli yang 'elit'."
Gender lebih berperan ketimbang politik?
Gender mungkin lebih berpengaruh ketimbang politik, menurut beberapa survei.
Baca Juga: Publik Geger! Sarah Salsabila Lelang Keperawanan Demi Donasi Covid-19
Perempuan pendukung Partai Republik di AS lebih mungkin menerapkan social distancing ketimbang pria Republik.