"Riset kami menunjukkan di negara-negara itu, warga sayap kanan tidak tahu banyak soal virus corona," kata Rasmus Kleis Nielsen, salah satu peneliti. "Ini adalah warga yang sama pintarnya, tapi mereka percaya pada politisi yang telah menggaungkan narasi yang salah tentang virus corona."
Efek Bolsonaro
Presiden Brazil Jair Bolsonaro secara terang-terangan mengacuhkan saran kesehatan guna mencegah terjangkit Covid-19, yang disebutnya sebagai "flu biasa" pada akhir Maret.
Brazil memiliki jumlah kasus positif virus corona terbesar ketiga di dunia, menurut data yang dihimpun oleh Universitas Johns Hopkins.
Baca Juga: Diduga Aniaya Istri Kedua, Anggota DPRD Kabupaten Tangerang Dipolisikan
Bolsonaro masih dekat-dekat dengan pendukungnya di tempat umum, bahkan berpartisipasi dalam sebuah kampanye nasional yang digelar pada 15 Maret.
Periset dari AS dan Italia meneliti jumlah kasus virus corona di Brazil bulan itu dan menemukan jumlah infeksi baru lebih tinggi 20 persen di kota-kota dengan jumlah pendukung Bolsonaro yang besar. Ini termasuk Sao Paulo, kota terbesar di Brazil dan Amerika Selatan. Angka kematian resmi di Sao Paulo- 4.688- lebih tinggi dari angka kematian resmi di China.
"Kami menyimpulkan perilaku Bolsonaro mempercepat penyebaran Covid-19 di Brazil," kata riset tersebut. "Percepatan penyebaran ini bukan hanya karena adanya perkumpulan manusia ketika kampanye, namun juga adanya perubahan perilaku di antara pendukung Bolsonaro yang tidak lagi mengindahkan aturan jaga jarak sosial."
Anthony Pereira, direktur Brazil Institute di King's College London, mengatakan ia tidak terkejut dengan perbedaan perilaku tersebut.
"Respon awal beberapa pendukung Bolsonaro yang terkenal adalah dengan menyebut virus itu sebagai 'hoax'," kata Pereira.
Baca Juga: Publik Geger! Sarah Salsabila Lelang Keperawanan Demi Donasi Covid-19
"Jadi ketika presiden menentang saran ilmiah dan medis tentang virus corona, para pendukungnya mendukung argumennya karena mereka tidak mendapatkan informasi dari sumber lain."