Suara.com - Pandemi Covid-19 yang terjadi di berbagai belahan dunia sudah dirasakan dampaknya di semua sektor dan berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, dampak tersebut sangat dirasakan pekerja di sektor industri hiburan yang berada di Provinsi Kepulauan Riau.
Usai pemerintah memutuskan penutupan bar untuk mencegah penyebaran Covid-19, pekerja di tempat hiburan tersebut harus rela dirumahkan tanpa gaji. Namun selama dua bulan tutup dan tak mendapat penghasilan, karyawan yang dirumahkan tersebut kesulitan untuk memenuhi biaya hidup.
Apalagi, sekitar 80 persen pekerja bar yang dirumahkan tersebut tidak mendapat bantuan dari pemerintah, terutama karyawan yang tinggal di kos-kosan umum dan tidak memiliki identitas.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Kampung Bule Family (KBF), sekaligus owner Stampvol Bar, Richa Rahman. Dia mengemukakan, tidak hanya di Kampung Bule, dari survei yang dilakukannya, karyawan bar di Marina city dan karyawan kafe di Batu Aji juga mengalami hal serupa.
Baca Juga: Pasien Virus Corona di Batam Tembus Ratusan Orang!
"Mereka memang ada sebagian yang dapat bantuan, tapi hanya gelombang pertama saja atau gelombang kedua saja, dan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena bantuan tersebut dibagi rata sama teman-temannya yang tidak mendapatkan," kata perempuan yang disapa Icha seperti diberitakan Batamnews.co.id-jaringan Suara.com pada Rabu (20/5/2020).
Selain harus berbagi dengan teman senasib, Richa mengungkapkan banyak karyawan bar yang menjadi orang tua tunggal atau janda harus memberi makan anak mereka serta tetap berbagi dengan teman yang kurang beruntung.
Bahkan, saat ini seluruh karyawan bar tak lagi memiliki handphone karena sudah dijual untuk kebutuhan makan sehari-hari.
"Ada satu karyawan yang hamil tujuh bulan mau ngasih anaknya dalam kandungan ke orang karena tidak ada biaya untuk makan dan mengurus bayi," ujar Richa.
Berbagai usaha dilakukan oleh karyawan bar tersebut untuk tetap bisa bertahan hidup. Mulai dari mencari kerang hingga kerja serabutan jika tenaganya dibutuhkan walau hanya diupah Rp 10 ribu.
Baca Juga: Pasien Positif Corona di Batam Terus Bertambah, Wali Kota Salahkan Warga
Namun usaha yang telah mereka lakukan untuk bertahan hidup, masih belum cukup memenuhi kebutuhan perut. Pasalnya, mereka saling menumpang makan di tempat karyawan lain yang memiliki beras. Bahkan, selama dua bulan ini mereka menunggak uang kos dan terancam dikeluarkan, jika tidak bisa membayar kos.
"Kami dari owner Bar juga terus berusaha untuk membantu sebisa kami, tapi kami pun tidak bisa mengcover semua, karena kami memiliki beban kewajiban yang harus dibayar walaupun bar tidak berjalan," sebutnya.
Meski begitu, Icha berharap, keputusan pemerintah dari penutupan bar dan kafe diiringi solusi. Setidaknya, perhatian terhadap karyawan yang terdampak.
Terlebih keputusan penutupan dinilai mendadak sehingga owner tidak memiliki persiapan untuk keberlangsungan karyawan selama penutupan operasional tersebut. Dia pun berharap keputusan pemerintah untuk mulai menormalkan kembali perekonomian pada pertengahan Juni juga berlaku untuk Bar dan Kafe.
"Pak Rudi (Wali Kota Batam) kan pernah bilang bahwa perekonomian Batam akan normal kembali pada 16 Juni 2020, saya berharap kami Bar dan Kafe juga disegerakan beroperasi kembali, karena kondisi saat ini kami tidak bisa minta tolong sama siapa pun terutama untuk kesusahan staf kami. Kalau kami bisa buka setidaknya kami bisa survive sendiri untuk kebutuhan hidup staf kami," tutur Icha.
Menurutnya, seluruh owner Bar yang tergabung dalam KBF siap mematuhi protokol kesehatan jika bar kembali di buka. Seperti penerapan pintu masuk dan keluar, penyemprotan desinfektan, pemeriksaan suhu, menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer, hingga penerapan sosial distancing.
"Miris loh kami bar ditutup tapi pasar-pasar masih penuh, mal-mal juga, sedangkan bar tamunya kan ga banyak paling beberapa orang aja dan kami bisa atur sistem duduk mereka, bar juga pintunya hanya dua dari situ saja kami juga bisa atur tamu untuk ikut protokol kesehatan," katanya.