Suara.com - Ketika sebagian orang bertahan hidup dari serangan virus, ada sisi lain dunia yang berlaku sebaliknya. Di Singapura, hukuman mati tetap berjalan meskipun virus corona ditetapkan sebagai pandemi dunia.
Adalah Punithan Genasan, pria yang divonis hukuman mati oleh pengadilan di Singapura. Pria ini dihukum atas transaksi narkoba yang terjadi tahun 2011 lalu.
Menyadur BBC News, proses peradilan atas kasus ini berjalan secara virtual, sesuai dengan protokoler baru pasca virus corona menyebar.
Sebenarnya, sebagian besar pengadilan di Singapura sedang ditunda setidaknya hingga tanggal 1 Juni, tapi beberapa kasus yang dianggap penting tetap ditangani dari jarak jauh.
Baca Juga: Setelah Cambuk, Arab Saudi Hapus Hukuman Mati Bagi Anak di Bawah Umur
Untuk diketahui, Singapura memiliki kebijakan nol toleransi untuk obat-obatan terlarang. Pada 2013, 18 orang sudah dieksekusi karena narkoba dan menurut Amnesty International, angka ini adalah yang tertinggi setidaknya dalam dua dekade terakhir.
Pengacara Genasan, Peter Fernando, mengatakan kliennya sedang mempertimbangkan untuk banding. Sedangkan kelompok hak asasi manusia menganggap 'mengejar hukuman mati saat dunia dicengkeram pandemi adalah hal yang menjijikkan'.
Sementara itu, vonis hukuman mati via Zoom ini pertama kali terjadi di Singapura. Meskipun mendapat desakan dari berbagai kalangan, tapi Singapura tetap tak memiliki kata ampun untuk narkoba.
Sebelumnya, hal serupa juga terjadi di Nigeria, dimana Hakim Lagos Mojisola Dada menghukum mati Olalekan dalam panggilan konferensi video.
Baca Juga: Selain Cambuk, Arab Saudi Akhiri Hukuman Mati Bagi Pelaku di Bawah Umur