Suara.com - Dua dari tiga pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Covid-19 tetap melanjutkan gugatan mereka di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam sidang hari ini, mereka sudah mendengar penjelasan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani serta Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Sri Mulyani mengatakan Perppu ini sudah disetujui DPR dalam rapat paripurna tanggal 12 Mei 2020 dan disahkan pemerintah menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 sehingga tidak bisa lagi dijadikan objek gugatan.
"Tercantum dalam lembaran negara tahun 2020 nomor 134 dan selanjutnya disebut undang-undang nomor 2 tahun 2020," kata Sri Mulyani di Gedung MK, Jakarta, Rabu (20/5/2020).
Baca Juga: Ketua MK Cecar Sri Mulyani hingga Yasonna soal Status Perppu Corona
Mendengar keterangan itu, Zaenal Arifin Husein yang mewakili nomor gugatan 23/PUU-XVIII/2020 mengatakan, pihaknya tetap akan melanjutkan gugatan karena ada beberapa kejanggalan dan proses pembuatan perppu tersebut.
"Ada catatan kami. kami menggunakan logika hukum yang lurus dan ini saya menilai bahwa kecepatan ketika mengesahkan perppu kesepakatan di dpr kemudian menjadi undang-undang itu luar biasa. ini kami menilai sebagai logika politik, jadi hukum sudah tercampur dengan logika politik, ini akan mencederai prinsip negara hukum," kata Zaenal di persidangan.
Sementara itu, Kurniawan Adi Nugroho yang mewakili nomor perkara 24/PUU-XVIII/2020 menyebut keterangan yang dibacakan Sri Mulyani hanyalah dalil semata tanpa proses pembuktian di persidangan sehingga tak memiliki dasar hukum yang kuat.
"Kami mengajukan permohonan kepada yang mulia majelis hakim untuk memerintahkan kepada pihak termohon menghadirkan bukti bukti itu sehingga dari situ akan kelihatan apakah memang benar bahwa Perppu itu sudah diundangkan atau tidak jadi tidak hanya sekedar statement semata," ucap Kurniawan.
Setelah mendengar keterangan dari masing-masing pihak, Hakim Ketua sekaligus Ketua MK Anwar Usman langsung menutup sidang untuk bermusyawarah dengan majelis hakim dalam memutuskan persidangan bisa dilanjutkan atau tidak.
Baca Juga: Perppu Corona Digugat, Yasonna dan Sri Mulyani Hadir di Sidang MK
Diketahui, permohonan uji materi ini diajukan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI dan PEKA dengan nomor perkara 24/PUU-XVIII/2020 serta perkara yang diajukan Din Syamsuddin, Amien Rais dan Sri Edi Swasono dengan nomor 23/PUU-XVIII/2020.
Sementara pemohon ketiga Damia Hari Lubis memutuskan untuk menarik gugatan sejak Perppu ini disahkan menjadi undang-undang.
Para pemohon uji materi menilai Covid-19 tidak termasuk dalam kegentingan memaksa dan APBN hanya boleh direvisi melalui APBN perubahan, bukan melalui perppu.
Selain itu, pemohon juga menyoroti Pasal 27 ayat (1) yang mengatur imunitas hukum pemerintah dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Pemohon menilai Pasal 27 ayat (1) merupakan bentuk pengistimewaan pejabat tertentu yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi.