Resolusi WHO Mengenai Aborsi dan Hak Kekayaan Intelektual Ditolak AS

Syaiful Rachman Suara.Com
Rabu, 20 Mei 2020 | 02:21 WIB
Resolusi WHO Mengenai Aborsi dan Hak Kekayaan Intelektual Ditolak AS
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam jumpa pers penanganan pandemi COVID-19 di Gedung Putih, Washington, 19 Mei 2020. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Amerika Serikat menolak perumusan mengenai kesehatan reproduksi dan hak kekayaan intelektual dalam resolusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang COVID-19, beberapa jam setelah Presiden Donald Trump mengancam untuk keluar dari badan PBB itu.

Washington tidak menghalangi adopsi resolusi yang menyerukan evaluasi atas penanganan pandemi COVID-19, namun merilis pernyataan bahwa AS tak ikut menyetujui paragraf yang menjamin hak negara-negara miskin untuk mengesampingkan aturan kekayaan intelektual guna mendapatkan obat-obatan dalam keadaan darurat, dan menjamin kesehatan reproduksi dan seksual selama pandemi.

"AS percaya pada perlindungan hukum terhadap bayi yang belum lahir, dan menolak interpretasi apa pun tentang hak asasi manusia internasional... untuk mewajibkan negara pihak mana pun menyediakan akses aborsi," menurut pernyataan yang menjelaskan posisi AS.

AS menilai bahasa mengenai kekayaan intelektual, yang dirancang untuk memastikan negara-negara miskin dapat memiliki akses ke obat-obatan, mengirimkan "pesan yang salah kepada inovator yang akan sangat penting untuk solusi yang dibutuhkan seluruh dunia."

Baca Juga: WHO Sahkan Resolusi, Indonesia Dukung Penanganan Global COVID-19

Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (WHO)
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (WHO)

Resolusi itu disahkan setelah Trump, yang menuduh WHO mendukung China, mencuitkan sebuah surat yang berisi ancaman AS akan keluar dari badan kesehatan dunia dan secara permanen menghentikan pendanaan kecuali jika WHO berkomitmen melakukan pembenahan dalam 30 hari.

Badan yang bermarkas di Jenewa itu menolak mengomentari ancaman Trump, dan hanya mengatakan bahwa mereka telah menerima surat dari Trump dan sedang mempertimbangkan isinya.

Para diplomat mengatakan pada akhirnya Washington telah memutuskan untuk tidak memblokir resolusi itu secara langsung, meskipun ada keberatan.

"Ada keinginan kuat dari pihak mereka untuk bergabung dalam konsensus," kata seorang diplomat Barat sebelum resolusi itu diadopsi.

Mengacu pada masalah kekayaan intelektual khususnya, diplomat itu menambahkan "sayangnya, jika mereka tidak bergabung, mereka terisolasi. Sebenarnya ada konsensus global mengenai pentingnya hal ini."

Baca Juga: Sayang Anak, Kapten Watford Tolak Ikut Latihan di Tengah Pandemi Corona

Resolusi yang diinisiasi oleh Uni Eropa itu menyerukan peninjauan terhadap bagaimana virus corona baru menyebar setelah melakukan lompatan dari hewan ke manusia, yang diyakini terjadi di sebuah pasar di Kota Wuhan di China akhir tahun lalu.

Donald Trump bertemu Xi Jinping saat KTT G20 di Osaka Jepang. (AFP)
Donald Trump bertemu Xi Jinping saat KTT G20 di Osaka Jepang. (AFP)

Pada Senin (18/5/2020), WHO mengatakan tinjauan independen terhadap penanganan global virus corona akan dimulai sesegera mungkin.

Bahkan ketika Trump telah mengusulkan untuk keluar dari WHO, badan itu menerima dukungan komitmen kontribusi sebesar 2 miliar dolar AS (sekitar Rp29,5 triliun) dari Presiden China Xi Jinping.

Teks resolusi itu menyerukan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus untuk memulai "evaluasi darurat, independen dan komprehensif" terhadap penanganan kesehatan internasional untuk COVID-19.

Selama tiga tahun menjabat, Trump telah mengkritik banyak organisasi internasional dan mengundurkan diri dari beberapa di antaranya.

Namun, para diplomat Eropa mengatakan mereka terkejut dengan keputusan Washington untuk menyingkir di WHO sementara China meningkatkan perannya.

"Sungguh mengejutkan melihat Xi Jinping mengambil kesempatan untuk membuka diri, dengan kerja sama yang luas, dan membuat proposal senilai 2 miliar dolar AS, dan mengatakan jika ada vaksin mereka akan membagikannya kepada semua orang," kata seorang diplomat Eropa seperti dikutip Antara dari Reuters.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI