GPN mengatakan, dalam kelas pelajaran sejarah, dia biasa membuka ruang dialog dengan para murid. Artinya, proses penyampaian mata pelajar sejarah harus disampaikan dengan cara bercerita -- memberi gambaran tentang sebuah peristiwa di masa lampau. Ada proses membayangkan. Ada sebuah proses menelisik masa lampau dengan memberi gambaran secara lisan.
"Otomatis banyak kendala. Apalagi saya guru sejarah. Materi sejarah harus disampaikan dengan bercerita, ada sesuatu yang harus digambarkan," sambungnya.
Menurut GPN, proses belajar dan mengajar secara virtual atau webdinar acapkali menemukan kendala. Baginya, pendidikan bukan hanya sekedar menyampaikan materi saja. Sebagai seorang guru, dia harus mengerti kondisi seluruh siswanya. Artinya, seorang guru memunyai beban moril, apakah materi yang disampaikan benar-benar tersampaikan pada siswa atau tidak.
"Kalau dari cara mengajar, kendalanya pasti ada. Karena guru tidak hanya menyampaikan materi saja. Kadang kita harus tahu kondisi masing-masing siswa. Nah kita tidak cek mereka," beber dia.
Baca Juga: Novel Baswedan: Ia Pasang Badan, Agar Pelaku Sebenarnya Tak Terungkap
Kendala lainnya adalah masalah jaringan internet. Proses belajar dan mengajar secara virtual sering kali terputus akibat jaringan internet yang buruk. Situasi semacam itu kerap membikin GPN kesulitan dalam menyampaikan materi. Dia harus memutar otak untuk mengatasi hal tersebut. Dia kerap memberikan bahan ajar dalam bentuk video, rekaman suara, dan power point. Terkadang, dia kerap memberikan video-video dokumenter sejarah kepada para siswanya.
"Kemudian materi sejarah harus disampaikan secara kreatif. Lewat gambar, video, nanti kami kirim link video biasanya. Entah murid kami suruh review atau buat esai. Mungkin itu treatmennya," ujar GPN.
Kendala lainnya adalah mengumpulkan para murid dalam satu waktu. Tak jarang banyak murid yang telat hadir dalam pertemuan secara virtual. Misalnya saja untuk kelas 1 SMA. Di sekolah tempat GPN mengajar, kelas 1 dibagi dalam tiga kelas. Untuk satu mata pelajaran, misalnya sejarah peminatan, GPN dituntut pihak sekolah untuk mengajar tiga kelas tersebut dalam satu waktu. Alasan cuma satu, mempersempit jam belajar.
"Mengumpulkan anak dalam satu waktu adalah hal yang paling susah. Kebetulan di sekolah saya menerapkan materi sejarah peminatan untuk kelas X, kelas X ada A, B, dan C. Dalam satu waktu saya harus menjelaskan ketiga kelas itu. Misal dalam hari senin pelajaran mulai dari jam 8 pagi sampai jam 10, ya sudah itu untuk tiga kelas X. Alasannya untuk mempersempit jam belajar," tutur GPN.
Kenyataan tersebut jelas membebani GPN. Baginya, proses belajar dan mengajar seperti itu tidak efektif. Kalau dalam kondisi normal, kata dia, sangat jelas kegiatan secara virtual tidak bisa disebut sebagai pendidikan. Namun, dalam kondisi pandemi corona, dia harus terbiasa dengan kenyataan semacam itu.
Baca Juga: Pengacara Ungkap Bahar Smith Pernah Dibui karena Rusak Warung Remang-remang
"Kalau dalam kondisi kaya gini mau gimana lagi? Guru dituntut harus menguasai teknologi aplikasi yang menunjang pelajaran," bebernya.