Suara.com - Pandemi virus corona covid-19 telah merenggut sebagian aktivitas manusia, khususnya terkait mobilitas di luar ruangan. Demi menghindari infeksi, orang-orang diminta mematuhi jarak sosial.
Di tengah kebijakan lockdown atau pembatasan sosial, rupa kegiatan manusia dari mulai pekerjaan, sekolah, hingga bermain mengalami perubahan drastis.
Digitalisasi jadi salah satu pilihan instan. Lewat teknologi, masyarakat bisa tetap menjalankan aktivitas tanpa harus melangkahkan kaki ke luar rumah atau berpergian.
Namun, digitalisasi juga punya keterbatasan. The Conversation menyebut banyak kegiatan manusia yang sejatinya tak bisa tergantikan oleh teknologi.
Baca Juga: Thailand Laporkan 3 Kasus Baru, Pelonggaran Karantina Tetap Jalan
Kebutuhan bermain di tengah pandemi Covid-19, bagi sebagian orang, mungkin bisa diakomodasi lewat video games.
Namun, permainan non-digital yang mengandalkan koordinasi fisik dan motorik dinilai tetap penting untuk dilakukan, terkhusus bagi anak-anak.
Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, kota-kota diberbagai belahan dunia, entah disengaja maupun tidak, merupakan tempat bagi masyarakat untuk bermain dan berekspresi.
Taman bermain telah lama memiliki peran penting dalam merepresentasikan adat-istiadat budaya dan sosial, yang mencerminkan dimensi relasional, politis dan psikologis kota.
Lalu, bagaimana solusi agar manusia bisa tetap mendapat kebutuhannya, mengkoordinasikan fisik dan motorik dalam permainan non-digital di tengah pandemi Covid-19?
Baca Juga: Nenek-nenek Dirampok di Kamar Mandi, Leher hingga Tangan Disayat Pelaku
Dalam pergerakan dan ruang yang makin terbatas akibat pembatasan sosial, Larissa Hjorth, Profesor Media dan Game Seluler dan Sybille Lammes, Profesor Media Baru dan Budaya Digital dan Direktur Akademik Universitas Leiden mungkin punya jawabanya.
Menulis di The Conversation, mereka berdua menyoroti bagaimana manusia bisa berkompromi dengan 'normal yang baru' atau the new normal agar tetap mendapat kebutuhannya, termasuk perihal bermain.
"Ketika kota-kota dikonfigurasikan ulang di bawah pembatasan pandemi, ini adalah waktu yang penting untuk tidak hanya merefleksikan perubahan praktik kerja tetapi juga permainan," tulis laporan tersebut dikutip Suara.com, Senin (18/5/2020).
Dalam tulisannya, Larissa Hjorth dan Sybille Lammes memaparkan manusia bisa mengubah landscape hunian atau rumah yang ditinggal menjadi 'taman bermain'.
Caranya, seseorang harus memetakan ulang terkait benda dan tempat-tempat mana saja di rumah yang kerap disinggahi atau digunakan untuk beraktivitas.
"Sekarang mobilitas kita telah terbatas pada ukuran prangko-perangko domestik, permainan bahkan jadi lebih menonjol," tulis laporan The Conversation.
"Seperti yang ditunjukkan oleh peta artis Kera Hill dengan pedih, bagaimana kita dengan ceria dapat menata kembali habitat kita?"
Kendati terlihat menyedihkan lantaran pergerakan orang-orang akan tetap terbatas di rumah, panduan itu setidaknya mengajak manusia lebih kreatif dalam menghabiskan waktu di rumah.
Mereka, tulis laporan itu, jadi lebih terperinci dalam melakukan sebuah kegiatan. Tips itu setidaknya membuat seseorang bisa meminimalisasi penggunaan teknologi, dan benar-benar beraktifitas dengan menggunakan kedua kakinya.
"Covid-19 telah menyingkap ketidakseimbangan geografis di kota-kota."
"Tetapi juga menunjukkan bagaimana kita dapat menata kembali permainan ketika kita didorong ke tingkat ekstrim dan bisa tetap terhubung dengan cara yang penuh harapan."