Yang Berbeda soal Permainan Anak-anak saat New Normal Usai Wabah Corona

Senin, 18 Mei 2020 | 17:48 WIB
Yang Berbeda soal Permainan Anak-anak saat New Normal Usai Wabah Corona
Ilustrasi bermain Pc Games. [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pandemi virus corona covid-19 telah merenggut sebagian aktivitas manusia, khususnya terkait mobilitas di luar ruangan. Demi menghindari infeksi, orang-orang diminta mematuhi jarak sosial.

Di tengah kebijakan lockdown atau pembatasan sosial, rupa kegiatan manusia dari mulai pekerjaan, sekolah, hingga bermain mengalami perubahan drastis.

Digitalisasi jadi salah satu pilihan instan. Lewat teknologi, masyarakat bisa tetap menjalankan aktivitas tanpa harus melangkahkan kaki ke luar rumah atau berpergian.

Namun, digitalisasi juga punya keterbatasan. The Conversation menyebut banyak kegiatan manusia yang sejatinya tak bisa tergantikan oleh teknologi.

Baca Juga: Thailand Laporkan 3 Kasus Baru, Pelonggaran Karantina Tetap Jalan

Kebutuhan bermain di tengah pandemi Covid-19, bagi sebagian orang, mungkin bisa diakomodasi lewat video games.

Namun, permainan non-digital yang mengandalkan koordinasi fisik dan motorik dinilai tetap penting untuk dilakukan, terkhusus bagi anak-anak.

Sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, kota-kota diberbagai belahan dunia, entah disengaja maupun tidak, merupakan tempat bagi masyarakat untuk bermain dan berekspresi.

Taman bermain telah lama memiliki peran penting dalam merepresentasikan adat-istiadat budaya dan sosial, yang mencerminkan dimensi relasional, politis dan psikologis kota.

Lalu, bagaimana solusi agar manusia bisa tetap mendapat kebutuhannya, mengkoordinasikan fisik dan motorik dalam permainan non-digital di tengah pandemi Covid-19?

Baca Juga: Nenek-nenek Dirampok di Kamar Mandi, Leher hingga Tangan Disayat Pelaku

Dalam pergerakan dan ruang yang makin terbatas akibat pembatasan sosial, Larissa Hjorth, Profesor Media dan Game Seluler dan Sybille Lammes, Profesor Media Baru dan Budaya Digital dan Direktur Akademik Universitas Leiden mungkin punya jawabanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI