Selain tak bisa pulang kampung karena pembatasan mudik, ada yang paling membuat Hartati tak bisa meninggalkan 'benteng terakhir' penyebaran virus corona: jumlah pasien yang terus bertambah.
"Melihat eskalasi semakin tinggi dan kebutuhan semakin tinggi, tidak mungkin kita bisa duduk diam di rumah, atau kita pulang untuk ritual lebaran," katanya.
Cuti lebaran membuat petugas medis lain 'ngos-ngosan'
Sejak awal RS Wisma Atlet dibuka, Hartati bersama tim kesehatan merawat pasien Covid-19 hingga sembuh. Banyak yang pulang dengan hasil negatif, tapi tak sedikit pula yang terus berdatangan.
Baca Juga: Fadli Zon Prihatin: Tenaga Medis Seperti Ditembaki Kawan Sendiri
Sebagai gambaran, dalam satu tim terdapat 18 dokter. Pada awal di Wisma Atlet dibuka, setiap dokter jaga melayani sedikitnya 100 pasien dalam satu shift. Tapi saat ini jumlah pasien terus membengkak. Satu dokter dapat melayani hingga 300 pasien.
"Jadi memang dengan 18 orang, itu kita masih ngos-ngosan, karena hampir satu dokter itu meng-cover 4-5 lantai. Artinya 200-300 (pasien) dalam satu kali shift. Itu juga masih luar biasa berat kita pikirkan," jelas Hartati.
Jadi, lanjut Hartati, tim dokter sulit mengambil cuti lebaran meninggalkan teman-teman yang bekerja di RS Wisma Atlet. "Karena semakin sedikit (dokter), semakin tinggi, artinya beratnya. Risiko kelelahan bagi tim yang ada kan," katanya.
"Kita bahkan jauh-jauh hari sudah tidak pernah berpikir untuk bulan puasa sama keluarga, apalagi Idul Fitri atau lebaran. Mimpi itu sudah jauh kita simpan di dalam lemari," lanjut Hartati.
"Kami juga was-was dengan ritual-ritual bulan puasa dan ritual mudik yang terjadi akan merata di seluruh Indonesia. Kalau merata, saya sendiri agak takut membayangkan," Hartati mengomentari pelonggaran kebijakan larangan mudik oleh pemerintah.
Baca Juga: Protes, Tenaga Medis Balik Badan saat PM Belgia Berkunjung ke RS
Rindu masakan Ibu