Suara.com - Tenaga medis Indonesia berjuang mati-matian di benteng terakhir Covid-19, termasuk merelakan kehilangan momentum lebaran atau Idul Fitri yakni berkumpul bersama keluarga. Di sisi lain, muncul wacana-wacana pemerintah untuk melonggarkan pembatasan sosial.
"Jangankan lebaran, berpikir untuk bulan puasa bersama keluarga saja kami sudah tidak berani memikirkannya."
"Yang kami tahu masyarakat kan sekarang ingin mudik. Kami juga. Kami cuma ingin pulang."
Demikian sekelumit perasaan para tenaga medis yang tahun ini tak dapat berlebaran bersama keluarganya.
Baca Juga: Fadli Zon Prihatin: Tenaga Medis Seperti Ditembaki Kawan Sendiri
Salah satu yang membeberkan perasaan dan pengalamannya pada BBC Indonesia adalah Hartati B. Bangsa.
Ia salah satu dokter pertama yang menangani pasien virus corona di rumah sakit darurat Wisma Atlet-Jakarta, di zona merah, tempat seluruh pasien terkonfirmasi Covid-19.
Setiap hari ia menangani ratusan pasien dengan virus corona.
'PSBB makin persulit tenaga medis', pemerintah didesak tidak diskriminasi pekerja rumah sakit swasta Kisah tenaga medis yang hadapi wabah virus corona: ‘Bagaimana kami tidak takut?’ 'Kami tidak tahu siapa positif Covid-19': Tenaga kesehatan takutkan ledakan kasus di Papua Barat dan Papua
Tahun lalu, Hartati masih bisa mengambil cuti, merayakan lebaran bersama keluarga besar di Ternate, Maluku Utara. Tapi tahun ini, keadaan memaksanya melayani pasien Covid-19, meskipun kerinduan akan kue lebaran buatan Ibu akan membayangi selama bekerja.
Baca Juga: Protes, Tenaga Medis Balik Badan saat PM Belgia Berkunjung ke RS
"Apalagi nanti tidak bisa pulang, tentu rindu, sedih dan semuanya pasti bercampur. Itu nggak bisa dipungkiri ya, itu manusiawi," kata Hartati kepada BBC News Indonesia.