ICW: RUU PAS Untungkan Koruptor

Minggu, 17 Mei 2020 | 18:49 WIB
ICW: RUU PAS Untungkan Koruptor
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai kehadiran Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan atau RUU PAS lebih banyak memberikan masalah ketimbang menawarkan suatu solusi terkait lembaga pemasyarakatan atau bahkam terkait persoalan pemberantasan korupsi.

Sebaliknya, Kurnia menganggap RUU PAS tersebut berpotensi menguntungkan para pelaku korupsi apabila akhirnya berhasil disahkan menjadi undang-undang. Apalagi bila mengingat sikap serta pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tidak jarang mengesankan keberpihakan untuk koruptor.

Bahkan dalam pemantauannya ICW mencatat sejak menjadi Menkumham ada sekitar 8 kali Yasona memberi kesan ingin mempermudah narapidana kasus korupsi untuk segera keluar dari lembaga pemasyarakatan dengan berbagai alasan.

"Yang mana justru ICW melihat RUU Pemasyarakatan ini lebih menguntungkan pelaku korupsi dan ini sebenarnya kalau kita runut dia ketika kebijakan pemerintahan Jokowi ini melalui menterinya, Yasonna Laoly ini kan sering kali mengeluarkan statement atau merencanakan sebuah kebijakan, yang pada akhirnya ingin mempermudah pemidanaan para narapidana kasus korupsi," ujar Kurnia dalam paparannya pada diskusi virtual, Minggu (17/5/2020).

Baca Juga: ICW Kritik Rencana KPK Ubah Prosedur Penetapan Status Tersangka Korupsi

Lebih dari itu, Kurnia mengatakan ada upaya penghapusan PP Nomor 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Diketahui dalam PP tersebut juga diatur mengenai narapidana tindak pidana khsusua, yakni korupsi, terorisme dan narkotika.

"RUU Pemasyarakatan ini pun serupa sebenarnya dengan kebijakan dari Menkumham yang mana RUU PAS salah satu poin krusialnya detailnya PP Nomor 99 tahun 2012 ini mau dihapuskan," kata Kurnia.

Pendapat senada juga disampaikan oleh mantan komisioner KPK, Laode M Syarief dalam paparannya pada diskusi yang sama.

"Jadi saya pikir inti dari isi RUU itu adalah mau menggolkan ini karena revisi RUU ini juga akan secara otomatis meniadakan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang dengan susah payah dibikin di zamannya Pak Denny Indrayana," ujar Laode.

DPR Carry Over RUU PAS dan RKUHP

Baca Juga: Dari Harun Masiku hingga Samin Tan, ICW Ragu 5 Buronan KPK Bisa Ditangkap

Untuk diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan untuk melanjutkan RUU Cary Over yang pembahasannya sempat tertunda akibat pergantian periode anggota DPR. Kekinian dua RUU, KUHP dan Permasyarakatan (PAS) dikembalikan pembahasannya kepada Komisi III.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin bahkan menyebut kedua RUU tersebut hanya tinggal menunggu waktu untuk disahkan dalam rapat paripurna pada pekan depan.

"Selanjutnya persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat 2. Karena pembentukkan undang-undang dan Tatib ASN dan MK telah kami sepakati dan setujui siang hari ini," ujar Azis dalam rapat paripurna, Kamis (2/4/2020).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III Herman Hery membenarkan jika pembahasan RUU KUHP dan RUU Permasyarakatan memang sudah menjadi keputusan lama untuk dibahas di Komisi III. Namun, karena terkendala akibat pandemi Covid-19, pembahasan tertunda.

Herman mengatakan, sejauh ini Komisi III baeu berbicara mengenai pembahasan pasal-pasal krusial yang harus didiskusikan lebih lanjut. Ia membantah pernyataan Azis bahwa dua RUU tersebut segera disahkan pekan depan.

"Kami di Komisi III hanya meminta persetujuan kepada pimpinan DPR untuk dimulainya pembahasan kedua RUU tersebut berdasarkan hasil raker kami dengan Menkumham, bukan untuk mengambil keputusan tingkat 2. Jadi tidak mungkin selesai dalam waktu seminggu. Mungkin Pak Azis salah dalam menyampaikannya," kata Herman kepada wartawan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI