Suara.com - Asal usul Syekh Siti Jenar hingga kini masih menjadi misteri. Siapa sosok sebenarnya Syekh Siti Jenar masih mengundang banyak pertanyaan.
Dikutip dari Hops.id -- jaringan Suara.com, Sabtu (16/5/2020), dalam beberapa literatur disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar yang namanya bermakna tanah merah itu memiliki nama sasli Raden Abdul Jalil.
Namun, ternyata ia memiliki banyak nama sebutan, setidaknya ada 16 nama yang disandangnya.
Nama-nama tersebut antara lain San Ali, Syekh Abdul Jalil, Syekh Lemah Abang, Hasan Ali. Bahkan dia juga dikenal dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang dan Syekh Siti Jenar.
Baca Juga: Kakek Bujang Cabuli Bocah, Dijanjikan Doa agar Jadi Anak Saleh
Nama terakhir, yakni Syekh Siti Jenar merupakan nama filosofis yang menggambarkan ajaran tentang 'Sangkan-Paran'. Dalam 'Sangkan-Paran', manusia, secara biologis, hanya diciptakan dari tanah merah dan selebihnya adalah Zat Allah SWT.
Siapa Syek Siti Jenar Sebenarnya?
Dalam kitab Negara Kertabumi yang dikutip Sofwan, dkk dalam buku Islamisasi di Jawa, disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar lahir di Semenanjung Malaka.
Ia adalah putra Syekh Datuk Saleh, adik sepupu Syekh Datuk Kahfi, seorang penyebar agama Islam terkenal di Jawa Barat.
Dalam buku itu disebutkan bahwa Syekh Siti Jenar memiliki hubungan darah dengan dengan Sunan Ampel dan wali lainnya.
Baca Juga: Diduga Kriminalisasi, Penyidik Polda Kaltim Dilaporkan ke Propam Mabes
Saat beranjak dewasa, Syekh Siti Jenar pergi ke Persi dan tinggal beberapa lama di Bagdad. Setelah itu, ia pergi ke Gujarat dan kembali lagi ke Malaka.
Ia menikahi seorang wanita dan memiliki beberapa orang anak, antara lain Ki Datuk Bardud dan Ki Datuk Fardun.
Lain cerita dalam kegiatan Borobudur Writer & Cultural Festival 2012, dalam acara tersebut diungkap bahwa Syekh Siti Jenar diduga adalah anak dari Sunan Ampel.
Penulis buku 'Triogi Syekh Siti Djenar', KH Muhammad Sholikhin juga mendukung pendapat itu, Ia menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang adalah anak dari Sunan Ampel.
"Ini berdasarkan kitab Maktab Da’imi. Kitab tersebut berisi dan menjelaskan silsilah habib dan sayidh dan mengungkap fakta bahwa Syekh Siti Jenar masih sedarah dengan seorang wali,” ungkapnya.
Pendapat lainnya mengenai asal usul Syekh Siti Jenar juga bermunculan. Abdul Munir Mulkhan dalam buku 'Syekh SIti Jenar: Pergumulan Islam-Jawa' menyebutkan bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari Cirebon, Jawa Barat dengan nama asli Ali Hasan atau Syekh Abdul Jalil.
Syekh Siti Jenar hidup pada abad ke-16 Masehi (1348-1439 H/1426-1517 M). Ia dilahirkan di lingkungan Pakuwuan Caruban (Cirebon sekarang).
Sang ayah merupakan seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu. Suatu hari, Resi Bungsu marah kepada si anak dan mengutuknya menjadi cacing.
Dari situlah awal pengembaraan dimulai. Ia juga menguping wejangan dari Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga tentang 'ilmu luhur'.
Sementara itu, dalam literatur lainnya disebutkan nama asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan 'Ali Al-Husaini yang dilahirkan di Persia, Iran pada 1404 M. Ia adalah seorang sayyid atau habib keturunan Rasulullah.
Sejarawan lulusan S2 Universitas Gadjah Mada, Anom Lasem sepakat dengan literatur tersebut. Ia menyampaikan bahwa Syekh Siti Jenar adalah seorang keturunan Persia.
"Dari persia ke Malaka, dari Malaka ke Cirebon. Kemudian dakwah di tanah Jawa, dari barat ke timur, kembali lagi ke Cirebon," ujar Anom.
Anom membantah literatur yang menyebutkan bahwa Syekh Siti Jenar merupakan anak dari Sunan Ampel. Menurutnya, bila ia benar anak Sunan Ampel, maka seharusnya Syekh Siti Jenar berdarah indocina seperti sang ayah.
Terlepas dari misteri asal usul Syekh Siti Jenar, ia merupakan salah satu anggota Walisongo yang mengajarkan ilmu tasawuf wujudiyah atau tasawuf yang mengandung paham wahdat al-wujud di tanah Jawa. Ini ajarannya tentang ke-Aku-an, I amness, al-Aniyyah, Ingsun, Pribadi.
Syekh Siti Jenar pernah menjadi anggota Walisongo atas rekomendasi Sunan Ampel.
Asal usul Syekh Siti Jenar hingga kini masih menjadi kontroversi. Meski demikian, Syekh Siti Jenar merupakan sosok fenomenal dalam sejarah kesilaman di Indonesia hingga banyak diperdebatkan hingga kini.