Suara.com - Mantan Direktur Utama PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar mengajukan banding atas vonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
Hal itu dibenarkan Luhut Panggaribuan, penasehat hukum Emirsyah Satar, terkait pengajuan banding kliennya.
"Iya, Pak Emir (Emirsyah Satar) banding," kata Luhut dikonfirmasi, Jumat (15/5/2020).
Luhut menyebut majelis hakim tidak menyampaikan pembuktian dalam putusan bahwa adanya kerugian dalam perkara pengadaan mesin pesawat yang membelit Emirsyah Satar.
Baca Juga: Kronologi Oknum Polisi Tembak Istri dan Pria Selingkuhan di Rumah
Selain itu, Emirsyah Satar, kata Luhut, juga keberatan pidana denda uang pengganti sebesar 2.117.315,27 dolar Singapura.
"Itu, kok tiba-tiba ditetapkan uang pengganti dengan suruh bayar dan rumah disita. Padahal ada yurisprudensi yang menyebut social adequat (musabab kejadian). Dalam hal sekali pun formil ada suap jika justru negara tidak rugi, maka lepas dari tuntutan dan tidak ada uang pengganti," ungkap Luhut.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, menerima putusan majelis hakim terhadap Emirsyah.
"KPK menyatakan sikap menerima putusan dengan alasan antara lain fakta-fakta yuridis sebagaimana uraian di dalam tuntutan JPU KPK telah diambil alih oleh Majelis Hakim," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dikonfirmasi.
Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dinyatakan terbukti bersalah terkait kasus penyuapan atas pembelian 50 mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus SAS pada PT Garuda Indonesia periode tahun 2005-2014.
Baca Juga: Soetikno Soedarjo, Penyuap Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar, Divonis 6 Tahun
Emirsyah dinilai terbukti menerima suap senilai sekitar Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar.
Sidang vonis Emirsyah Satar dilaksanankan secara virtual pada, Jumat (8/5/2020).
Vonis majelis hakim PN Tipikor, Jakarta Pusat lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang menuntut Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 10 Miliar subsider 8 bulan penjara.