Suara.com - Kota Denpasar, Provinsi Bali, mulai memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) pada Jumat (15/05) untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Otoritas Bali sebelumnya dipuji mampu menekan kasus Covid-19 walau tidak satupun kota dan kabupaten di provinsi itu menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Hingga berita ini diturunkan, pemerintah Bali menyebut terdapat 337 kasus positif Covid-19 di seluruh wilayah mereka. Angka itu terbanyak ke-10 di antara provinsi lainnya.
Namun pujian untuk Bali itu dipertanyakan. Akademisi menduga terdapat sekian kasus Covid-19 di Bali yang tidak terdeteksi karena 'minimnya penelusuran kontak'.
Baca Juga: 7 Orang Penjual Surat Sehat COVID-19 Palsu Ditangkap di Bali
PKM yang diterapkan di Denpasar diklaim otoritas setempat tidak akan menghentikan roda perekonomian. Kebijakan itu disebut hanya untuk memastikan kepatuhan terhadap protokol kesehatan oleh pelaku usaha hingga pengelola perkantoran.
Namun sebelum kebijakan ini, menurut Moses Valentiano, seorang disc jockey yang rutin tampil di berbagai tempat hiburan di Bali, pemerintah lokal sudah membatasi sejumlah aktivitas publik.
Moses berkata, titik wisata di Kuta dan Legian, misalnya, lengang sejak akhir April lalu. Ia berpendapat, peran polisi adat atau pecalang membuat warga Bali berpikir dua kali untuk melanggar anjuran jaga jarak.
"Banyak tempat di mana kita bisa bersinggungan dengan wisatawan sudah ditutup. Daerah sekitar pantai benar-benar mati," kata Moses via telepon.
"Di Denpasar selama ini masih banyak yang beraktivitas karena, selain tempat hiburan, ada yang masih beroperasi normal. Jadi banyak yang berlalu lalang."
Baca Juga: Polisi Tangkap Penjual Surat Keterangan Bebas Covid-19 Palsu di Bali
"Di daerah lain ada Satpol PP, tapi di sini Satpol PP ditambah pecalang jadi pengawasan lebih ketat. Warga bukannya takut, tapi lebih menghargai aturan. Saya tidak mau melanggar karena dampaknya bisa serius." kata Moses.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Munardo, sebelumnya menyebut Bali berhasil menekan kasus corona baru lewat kearifan lokal. Doni menilai mereka mampu memanfaatkan desa adat untuk menanggulangi penyebaran penyakit itu.
Presiden Joko Widodo bahkan meminta pemerintah daerah lain untuk meniru Bali. Padahal, karena rutin didatangi turis mancanegara, Bali disebutnya berpotensi sangat terdampak pandemi Covid-19.
"Saya kira kerja-kerja efektif yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dalam penanganan COVID-19 bisa dijadikan contoh. Karena memang jika dilihat, Bali ini paling banyak turis dari Tiongkok, harusnya yang paling banyak terkena dampak itu Bali," kata Presiden Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Evaluasi Pelaksanaan PSBB melalui video conference, Selasa (12/05).
Walau begitu, pujian untuk Bali itu diragukan pakar virologi dari Universitas Udayana, I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
'Kemungkinan Covid-19 tidak akan pernah hilang', kata WHO Pegawai perkantoran di bawah 45 tahun mulai diwajibkan bekerja di kantor, 'Saya pasrah terpapar Covid' Indonesia kembali normal Juli bila 'pengujian masif, pelacakan agresif' telusuri pasien Covid-19 berhasil dan dan warga patuhi PSBB
Mahardika menduga jumlah kasus positif di Bali jauh lebih tinggi dari angka yang diumumkan pemerintah. Alasannya, menurut dia, pemerintah Bali selama ini tidak gencar menelusuri kontak pasien positif Covid-19.
"Datanya segitu mungkin benar karena segitu yang terdeteksi. Dari segi virologi, 300-an kasus itu sangat rendah," ujar Mahardika.
"Tracing itu tidak terjadi. Kalau benar sudah dilakukan penelusuran, sampaikan ke publik bahwa si A terpapar oleh B, B terpapar oleh C."
"Itu tidak pernah disampaikan. Bahasa yang digunakan adalah sekian persen transmisi lokal, tapi siapa yang menularkan, di mana dan apa langkah penanggulangan selanjutnya," tutur pakar virologi ini.
Portal resmi Pemprov Bali hanya mencantumkan jumlah kasus positif, orang dalam perawatan, mereka yang telah sembuh maupun meninggal.
Rincian data itu berbeda dengan publikasi harian gugus tugas pemerintah pusat yang juga memuat data pasien dalam pemantuan (PDP) dan orang dalam pengawasan (ODP).
PDP adalah istilah pemerintah untuk orang yang mengalami gejala klinis dan diduga pernah berkontak langsung dengan orang positif Covid-19.
Adapun yang digolongkan ODP adalah mereka yang mengalami gejala klinis seperti demam dan gangguan pernafasan ringan atau orang sehat yang pernah berkontak dengan pasien positif Covid-19.
Namun otoritas Bali justru mengklaim giat menelusuri kontak pasien positif Covid-19. Prosedur itu dilakukan lewat Desa Adat, kata Ni Nyoman Sri Budayanti, Ketua Tim Lab Pemeriksaan Kasus Covid-19 Bali.
"Pemerintah Bali rajin melakukan tracing karena ada sistem desa adat dan pemuka agama yang bisa diajak berkolaborasi," tuturnya saat dihubungi.
"Peran desa adat besar sekali karena di Bali kami tidak menggunakan sistem RT/RW tapi banjar. Itu yang membuat sesama warga tahu yang terjadi di sekitarnya," kata Sri.
Sri mengatakan, jumlah tes PCR yang dilakukan Bali tidak lebih besar ketimbang daerah lain. Akan tetapi, kata dia, pemeriksaan spesimen secara cepat menjadi kunci deteksi kasus Covid-19 di Bali.
Sri berkata, setiap hari Laboratorium RS Sanglah menerima sekitar 300-400 spesimen. Hingga 8 Mei lalu, pihaknya telah memeriksa 4.722 spesimen warga Bali.
"Setiap tempat di Indonesia tesnya belum cukup. PCR juga tidak ada di setiap tempat. Di Bali, sebagian sampel dikirim ke RS Sanglah."
"Dari segi jumlah mungkin masih kurang, tapi pemerintah Bali fokus mencari ODP dan PDP. Sebagian besar kasus di Bali adalah imported case dan semua yang datang dari luar negeri sudah dites swab," kata Sri.
Merujuk data pemerintah per 14 Mei, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Bali adalah salah satu yang tertinggi secara nasional. Dari total 337 pasien, 223 di antaranya dinyatakan sembuh.
Adapun jumlah kematian akibat Covid-19 di Bali juga yang terendah secara nasional, setelah Kalimantan Utara (1 kasus), Kalimantan Barat (3), Sulawesi Tenggara (3), dan Kalimantan Timur (3).
Di tingkat global, menurut data yang dihimpun situs Worldmeter, Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat tes Covid-19 paling rendah di dunia, yaitu 619 tes di setiap 1 juta penduduk.