Suara.com - Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun turut mengkritik ihwal naiknya iuran BPJS. Refly mengungkap bahwa pemerintah seharusnya memperbaiki dahulu manajemen pengeluaran BPJS sebelum menaikkan iuran pada masyarakat.
Kritik ini disampaikan Refly secara terbuka lewat kanal YouTube-nya.
Dilansir Suara.com pada Jumat (15/5/2020), Refly mengatakan bahwa daya beli sebagian masyarakat sudah turun drastis sejak terdampak covid-19.
"Jangankan untuk membayar iuran, untuk makan sehari-hari saja sudah sulit. Tinggal mengharapkan uluran tangan negara. Sebenarnya bukan uluran, tapi hak masyarakat," ungkap Refly.
Baca Juga: Pemeriksaan Surat Tugas Penumpang KRL di Stasiun Depok
Refly menjelaskan bahwa istilah hak masyarakat lebih tepat dibanding istilah bantuan pemerintah di tengah kondisi krisis ini.
"Dalam perspektif HAM tidak ada yang namanya bantuan sosial atau bantuan presiden, yang ada adalah hak masyarakat untuk dilindungi. Itu yang paling basic, dan hak disejahterakan yang jauh lebih besar lagi," jelas Refly.
Refly juga mengatakan bahwa polemik kenaikan iuran ini tak luput dari dua persoalan yang dihadapi BPJS
Pertama, Perpres Nomor 75 tahun 2019 tersebut sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap tata kelola BPJS bermasalah
"Jadi kenaikan itu ya harusnya jangan dibebankan pada masyarakat. Ketika tata kelola bermasalah, itu dulu yang harus diperbaiki. Maka kemudian akan ada justifikasi untuk melakukan kenaikan-kenaikan," papar Refly.
Baca Juga: Siap Dibagikan, Tidak Semua ASN di Bantul Terima THR
Selain itu, Refly juga menyoroti soal pengeluaran BPJS yang dianggap terlalu besar untuk menggaji Dewan Direksi dan Dewan Pengawasnya