"Dalam konteks potret negara juga kita lihat bahwa negara juga dalam situasi yang sulit kan. Artinya penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita di dalam situasi ini. Yang menjadi penting itu perlu dimonitor oleh masyarakat setelah ini dijalankan hal-hal buruk apalagi yang masih terjadi. Ini yang mungkin bisa nanti diintervensi kementerian lembaga terkait dalam pengelolaannya," kata Abetnego
Lebih lanjut, Abetnego mengatakan Perpres baru tersebut memuat semangat gotong royong di dalam program JKN.
Pasalnya kenaikan iuran tetap mendapat subsidi dari pemerintah untuk bantuan di luar PBI (Penerima Bantuan Iuran).
"Kemudian penyesuaian dilakukan pemerintah caranya adalah yang PBI pasti dibayar pemerintah, yang nggak PBI itu tetap bayar kayak dulu tapi selebihnya ada bantuan iuran pemerintah," katanya.
Baca Juga: PBSI Pastikan Fajar Alfian Cs Tak Dapat THR, Ini Alasannya
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan per 1 Mei 2020 lalu sudah mengalami penurunan. Mengacu pada Peraturan Presiden 82 tahun 2018, iuran BPJS Kesehatan kelas I turun menjadi sebesar Rp 80.000, kelas II Rp 51.000 dan kelas III Rp 25.500.
Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari Putusan MA Nomor 7P/HUM/2020, yang menyatakan membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019.
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan untuk Januari sampai Maret 2020 mengacu pada Perpres 75 tahun 2019, yaitu sebesar Rp 160.000 untuk kelas I, Rp 110.000 untuk kelas II dan Rp 42.000 untuk kelas III.
Namun, tak selang beberapa lama, Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres tersebut, disebutkan jika iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik menjadi Rp 150.000, Kelas II Rp 100.000 dan Kelas III menjadi Rp 35.000.
Baca Juga: 10 Tahun Hilang, Pria Ini Temukan Sang Ayah Jadi Gelandangan Lewat TikTok