Pada malam itu adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi. Seperti ditegaskan dalam surat Al Qadar, "Pada malam itu, turun malaikat-malaikat dan ruh jibril dengan izin tuhannya, untuk mengatur segala urusan."
Kata qadar yang berarti sempit, digunakan oleh Alquran antara lain dalam surat Ar Radu ayat 26 yang artinya, "Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempit nya bagi yang dikehendaki."
Sedangkan menurut beberapa hadist yang terangkum dalam Kitab Irsyadul Ibad, Rasulullah menyarankan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah bersama keluarga, dan menanti kedatangan malam Lailatur Qadar.
"Rasul juga memberitahukan bahwa ciri Lailatul Qadar diantaranya suasana malam yang terang cerah, tidak panas, dan tidak dingin, tidak ada mendung, tidak hujan dan berangin, dan tidak ada bintang," ujar Rais Syuriyah PCNU, Kabupatern Piringsewu KH Ridwan Syuaib.
Baca Juga: Razia PSBB di Tanah Abang, Puluhan Warga Disuruh Push-up hingga Sapu Jalan
Ditambahkan juga, pada siang harinya suasana terlihat cerah matahari bersinar namun tidak terasa panas.
Cara Rasulullah mendapat Lailatul Qadar
Dikutip dari NU.or.id yang ditulis oleh Hengky Ferdiansyah, Jumat (8/5/2020), Rasulullah memiliki cara tersendiri menyambut malam lailatul qadar. Pada sepuluh malam terakhir rasulullah akan terus meningkatkan ibadahnya.
Hal ini tertuang dalam hadis riwayat Al Bukhari yang artinya sebagai berikut.
"Nabi Muhammad SAW ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan memilih fokus beribadah, mengisi malamnya dengan dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut beribadah," (HR Al-Bukhari).
Baca Juga: Satu Jamaah Positif Corona, Masjid di Joyotakan Solo Nekat Gelar Tarawih
Merujuk pada hadis tersebut, dapat disimpulkan sepuluh malam terakhir ramadan merupakan waktu yang terbaik untuk beribadah. Menurut Ibnu Bathal, hadis ini memberitahukan kepada kita bahwa malam lailatul qadar ada pada sepuluh malam terakhir di bulan ramadan.