Memorabilia Penghuni Rusunawa Rawa Bebek di Kampung Akuarium

Kamis, 14 Mei 2020 | 06:50 WIB
Memorabilia Penghuni Rusunawa Rawa Bebek di Kampung Akuarium
Penampakan kawasan Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakut. (Suara.com/Arga).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Dua pintu saya pake sendiri. Kan anak-anak saya tidurnya misah sama saya, nggak nyampur lagi karena sempit. Dulu dapat penghasilan dari kontrakan itu satu juta lima ratus setiap bulan," sambungnya.

Komariyah bercerita, sebagian besar warga yang memilih pindah adalah warga yang memiliki lahan, surat-surat tanah yang lengkap. Sementara itu, mereka yang memilih bertahan adalah warga yang tidak memunyai rumah, yang hanya ngontrak saja di sana.

"Justru yang nggak punya rumah yang bertahan di Kampung Akuarium. Saya mah punya rumah di situ. Ada nih surat-suratnya masih saya simpen, masih komplit. KTP juga ada. Jadi posisinya kebalik, yang punya rumah, saat itu yang memilih pindah ke rusunawa," sambungnya.

*****

Baca Juga: Pasutri Dibunuh Pakai Linggis, Korban Sempat Curhat ke Pembunuh Mau Mudik

Sebagai manusia, Komariyah memunyai rasa rindu. Biografi Komariyah adalah biografi pesisir --laut, ikan, kapal yang bersandar, dan terik matahari. Kini, biografi Komariyah adalah biografi Pulogebang, sebuah kawasan yang terletak di timur Jakarta. Biografi dia kini bukan lagi juragan kontrakan, melainkan pemilik warung kopi.

Komariyah, sebagai hakikatnya seorang manusia, punya hak untuk menziarahi ingatan, kejayaannya di masa lalu. Dia masih sering kembali ke Kampung Akuarium. Alasannya banyak, lebih dari satu. Tidal bisa dihitung menggunakan jari. Misalnya, silaturahmi dengan tetangganya dulu.

Anak kedua Komariyah kini duduk di kelas 5 SD. Dia perempuan, tapi saya lupa menanyakan namanya. Dia masih bersekolah di daerah Kampung Akuarium. Otomatis, Komariyah sering mengantar putrinya menuju sekolah. Setiap hari, angin membawa badanya ke Kampung Akuarium. Angin membawa ingatannya pada kehidupannya dulu.

Komariyah sengaja tidak memindahkan anak nomor duanya di kawasan Pulogebang. Alasannya cukup demokratis. Anaknya tidak bisa bangun pagi. Bangunnya pukul 10.00 WIB. Kalau di Pulogebang, kebanyakan SD Negeri masuk sekolah pukul 06.30 WIB. Waktu yang terlalu dini, waktu yang sedang memberikan mimpi bagi anaknya --yang bangun pukul 10.00 WIB.

Berbeda dengan sekolah di kawasan Kampung Akuarium, tempat anak Komariyah bersekolah. Di sekolah itu, kegiatan belajar mengajar di mulai siang hari. Sebuah waktu yang efektif bagi anak Komariyah untuk berkegiatan.

Baca Juga: Pakai Wadah Botol, AAN Siram Istri Pakai Air Keras hingga Jatuh dari Motor

Komariyah, seolah-olah merepresentasikan citra perempuan yang demokratis. Perlakuan pada anaknya penuh kasih sayang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI