Suara.com - Sejarawan JJ Rizal mengatakan, berdasarkan catatan sejarah di setiap kali wabah penyakit menjangkiti Indonesia, hal yang paling diprioritaskan para pejabat elite yang berkuasa adalah menjaga dampak ekonomi dari wabah itu, bukan masalah kesehatan masyarakat.
Menurut JJ Rizal, atas pola pikir pejabat elite seperti itu, maka kematian rakyat dengan jumlah sangat besar akibat wabah juga amat jarang tercatat dan diajarkan dalam kurikulum sejarah di sekolah-sekolah di Indonesia.
"Karena tidak ada penggede (pejabat) yang mati, tidak ada elite yang mati, yang mati itu orang kecil semua. Sementara sejarah adalah cerita orang besar, jadi orang kecil ini dianggap non-faktor, tidak dihitung, dia tidak perlu diceritakan di dalam sejarah, sejarah bukan kisah orang kecil, sejarah adalah kisah orang besar," kata JJ Rizal dalam diskusi di instagram @kiosojokeos, Rabu (13/5/2020).
Pola pikir seperti itu juga menyebabkan informasi data statistik yang berdasar ilmu pengetahuan terkait wabah; "lebih banyak bohongnya daripada benarnya," katanya.
Baca Juga: Tegal Lockdown, JJ Rizal: Sejak Era Revolusi Mereka Selalu Jadi Pemimpin
Menurut JJ Rizal, pola pemikiran ini sudah tertanam sejak Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) membangun Kota Batavia sebagai pusat pemerintahan pada 1619-an, kota ini dikenal sebagai kota yang jaya nan indah dengan sungai besar dan kanal-kanal mirip kota-kota di Belanda.
"Dia (Batavia) begitu indah dia disebut juga sebagai Koningin van het Oosten atau Ratu dari Timur, jadi banyak ungkapan yang menyebut kota ini sangat elok," kata peraih Anugerah Budaya Gubenur DKI Jakarta tahun 2009 ini.
Keelokan Batavia hanya berumur pendek, sekitar tahun 1733-1738 orang-orang mulai banyak yang mati akibat wabah malaria, rumah sakit saat itu bahkan dianggap sebagai "lubang kubur" karena setiap orang yang masuk besar kemungkinan akan mati.
Waktu itu kematian banyak dialami oleh orang eropa yang banyak didatangkan VOC untuk bekerja di perusahaan mereka, "sampai di sini mereka pucat kemudian mati," ucapnya.
Sementara penduduk pribumi dan etnis Cina, meskipun tak terlalu peduli dengan kualitas lingkungan, justru imunitasnya lebih kebal melawan malaria.
Baca Juga: Presiden Utus Pemda Atasi Corona, JJ Rizal: Cara Cuci Tangan Paling Ajaib
Orang-orang Batavia ini kemudian cenderung menyalahkannya pada udara berbau busuk dari uap kanal sebagai sumber penyakit, mereka lalu menutup jendela dan menarik tirai rumah mereka yang pengap.