Batal Bebas! Amnesty Ungkap Dugaan Jual Beli Asimilasi Tapol Papua

Rabu, 13 Mei 2020 | 16:15 WIB
Batal Bebas! Amnesty Ungkap Dugaan Jual Beli Asimilasi Tapol Papua
Dua orang tahanan politik Papua, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait membubuhkan tulisan “Sampah” pada tubuh mereka, saat mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (17/2/2020) sore. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Amnesty International Indonesia memprotes penundaan pembebasan lima tahanan politik (tapol) Papua di Jakarta. Awalnya para tapol Papua di Jakarta dijadwalkan dibebaskan pada Selasa, 12 Mei 2020.

Mereka telah memenuhi ketentuan pembebasan bersyarat berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM dalam pencegahan wabah Covid-19.

“Penundaan ini sangat tidak dapat diterima. Para tahanan politik yang dalam istilah kami adalah tahanan hati nurani tersebut harus segera dibebaskan dan tanpa syarat. Mereka bahkan seharusnya tidak pernah dipenjara sejak semula," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5).

Usman mengatakan, penundaan pembebasan lima tapol Papua tersebut terjadi setelah otoritas rumah tahanan memberikan alasan berbelit-belit. Semula otoritas rumah tahanan menyatakan tidak bisa melepaskan mereka karena belum menerima salinan putusan.

Baca Juga: Bertambah 689 Kasus, Pasien Positif Corona RI 13 Mei Tembus 15.438 Orang

Namun, setelah menerima salinan pun ternyata pelepasan terhadap kelima tapol Papuai ini tak segera dijalankan. Bahkan pendamping mereka sempat melaporkan kepada Amnesty adanya oknum yang meminta uang.

"Ini menimbulkan dugaan adanya praktik jual beli asimilasi di penjara karena selama ini belum bisa benar-benar dihapuskan, sebagaimana dibahas dalam rapat Dirjen Pemasyarakatan dengan Komisi III Senin lalu di DPR," ujarnya.

Amnesty, lanjut Usman, telah melaporkan kepada Ombudsman untuk turun tangan menyelidiki kuatnya dugaan mal-administrasi. Meski pihak berwenang kemudian secara resmi berdalih bahwa alasan penundaan pembebasan mereka itu dikarenakan ancaman penyebaran Covid-19 serta aturan pemerintah terkait kejahatan terhadap keamanan negara.

“Tetap saja itu seharusnya tidak berlaku untuk tahanan hati nurani yang sejak awal memang tidak terlibat tindakan kriminal," imbuhnya.

Menurut dia, para tapol Papua itu hanya menyampaikan ekspresi dan pendapat politiknya secara damai. Hal itu merupakan hak mereka yang dilindungi konstitusi dan hukum HAM internasional.

Baca Juga: Aksi Kakek Pembunuh Pasutri, Awalnya Dengar Tetangga Mabuk Mau Perkosa Anak

"Jadi tidak ada alasan untuk memenjarakan mereka lebih lama," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI