Suara.com - Komnas HAM meminta pemerintah dan DPR meninjau kembali substansi rancangan perpres tentang pelibatan TNI dalam menangani terorisme. Sebab, apabila peraturan tersebut nekat untuk disahkan maka bisa berpotensi terjadi pelanggaran HAM.
Menurut Komisioner Komnas HAM Chairul Anam, ada sejumlah poin yang secara spesifik belum dijelaskan. Mulai dalam pelibatan TNI mengatasi terorisme. Kemudian aspek penangkalan, pemulihan hingga pertanggungjawaban.
"Problem-problem ini di penangkalan ini itu sangat sangat risk atau sangat potensial pelanggaran hak asasi manusia. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 tahun 2018 sangat potensial juga, misalnya karena lamanya penahanan, karena lamanya penyadapan itu saja masih potensial walaupun sudah diatur siapa bertanggung jawab, hasilnya ke mana, sifat intinya apa," kata Anam dalam diskusi publik secara virtual, Rabu (13/5/2020).
"Nah kalau di sini, apalagi tidak diatur siapa yang bertanggung jawab, bagaimana perintahnya macam-macam. Jauh lebih potensial di situ pelanggaran hak asasi manusia ada," sambungnya.
Baca Juga: Komnas HAM: 70,8 Persen Warga Ingin Ada Sanksi yang Tak Ibadah di Rumah
Choirul menilai, pengesahan perpres tersebut nantinya bisa saja mengganggu reformasi TNI yang selama ini berjalan. Ia mengingatkan, sampai saat ini saja, reformasi peradilian militer masih terkendala.
Untuk itu, ia meminta agar ada peninjauan ulang terhadap reformasi peradilan militer, baru kemudian berpikir untuk melibatkan TNI dalam menangani aksi terorisme.
Karena seperti yang sebelumnya dikatakan, perpres itu memiliki potensi terjadinya pelanggaran. Maka dari itu sistem peradilan yang baik diperlukan guna mengantisipasi risiko tersebut.
"Karenanya memang ada baiknya reformasi peradilan kita ditinjau ulang, kalau memang ini dipaksakan untuk disahkan. Tapi kami berharap ini ditunda terus kita baca ulang. Karena jangan sampai kita ingin TNI yang profesional terus agenda reformasi TNI berjalan baik tapi jadi setback kalau banyak otoritas-otoritas yang di luar undang-undang," tutur Anam.
Lebih dari itu, Anam mengatakan ada baiknya pemerintah bersama DPR menyusun dan membuat terlebih dahulu undang-undnag tentang perbantuan. Nantinya aturan pelibatan TNI bisa diatur dalam undang-undang tersebut tanpa lagi harus melalui perpres.
Baca Juga: Komnas HAM Usul Warga Ibadah di Masjid Disanksi Kubur Jenazah Covid-19
"Sebetulnya ada kebutuhan di kita ini soal undang-undang perbantuan, undang-undang perbantuannya juga belum ada. Sehingga kalau undang-undang perbantuan kita beresin dulu mungkin ide-ide soal pelibatan TNI dalam penanganan terorisme bisa diatur di dalam undang-undang perbantuan sehingga ini tidak perlu kita atur dalam Perpres," katanya.