Dengan dibukanya data versi Pemprov DKI Jakarta ini, Ferdinand yakin pernyataan Anies yang dilontarkan kepada media asing tidak hanya menjadi kontroversi semata.
"Kalau saja DKI Jakarta membuka dokumen Covid-19 sejak Januari misalnya, notulen rapat, disposisi Gubernur, Perintah Gubenrur kepada Dinas Kesehatan, baik secara elektronik maupun tertulis, maka saya pikir klaim Anies sudah pantau Covid bahkan dilarang test sejak Januari, tidak akan jadi kontroversi," tuturnya.
Untuk diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Kementerian Kesehatan RI untuk transparan terkait data pasien positif Covid-19.
Dalam artikel yang diterbitkan The Sydney Morning Herald pada 7 Mei 2020, disebutkan bahwa Anies frustrasi dengan pemerintah nasional khususnya dengan Kementerian Kesehatan karena kurangnya transparansi.
Baca Juga: Presiden Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan Mulai 1 Juli 2020
"Dari pihak kami, bersikap transparan dan memberi tahu (publik) apa yang harus dilakukan adalah memberikan rasa aman. Tetapi Kementerian Kesehatan bersikap sebaliknya, bahwa transparan akan membuat panik. Itu bukan pandangan kami," ujar Anies kepada media asing tersebut.
Untuk mendukung klaimnya bahwa Jakarta memiliki lebih banyak kasus daripada angka resmi yaitu 4.770 infeksi dan 414 kematian, Anies mengutip kenaikan tajam dalam jumlah pemakaman.
Tercatat 4.300 pemakaman pada paruh kedua Maret, dan 4.590 pada April.
Anies mengatakan biasanya ada 3000 pemakaman sebulan di Jakarta, ini menunjukkan lebih dari 1.500 kematian per bulan dari rata-rata.
"Kelebihan kematian ini kemungkinan besar disebabkan kasus COVID-19, dan kemudian jika kita mengatakan lima hingga 10 persen (angka kematian), mungkin lebih dari itu, ada 15 hingga 30 ribu infeksi (di Jakarta). Kami pikir jumlah (kematian dan infeksi) jauh lebih tinggi dari apa yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan," kata Anies.
Baca Juga: Kena Razia Mesum, Wanita Bersuami Nangis Kepergok Indehoi Sama Selingkuhan