Suara.com - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mencatat ada kecacatan dalam penyusunan Perppu No.1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna Selasa (12/5/2020).
Dalam utasan yang ditulis melalui sosial medianya (12/5/2020), Fadli mengaku mulanya akan melakukan Minderheit Nota atau nota ketidaksepahaman atas putusan pengesahan Perppu No 1. Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Keuangan itu.
Namun, dirinya melihat mayoritas Fraksi di Parlemen telah bersepakat meloloskan Perppu No 1 Tahun 2020 tersebut mejadi Undang-Undang.
Fadli pun mencatat bahwa dalam Perppu itu memiliki cacat bawaan yang berpotensi memunculkan krisis hukum dan kenegaraan.
Baca Juga: Sanksi Sosial Pelanggar PSBB DKI Berlaku Hari Ini: Dihukum Nyapu di Kuburan
Pertama, Fadli mencatatkan, "Perppu No 1 Tahun 2020 telah melabrak fungsi dan kewenangan kondtitusional DPR yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan."
Fungsi legislasi yang dilabrak dalam Perppu ini seperti yang disebut Fadli adalah pretensi Perppu No 1 Tahun 2020 menjadi Omnibus Law karena dalam Perppu tersebut akan mengubah banyak Undang-Undang.
"Setidaknya ada 8 undang-undang yang diubah dan diintervensi oleh Perppu sapu jagat ini, mulai dari UU MD3 yg mengatur kewenangan @DPR_RI, UU Keuangan Negara, UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Penjaminan Simpanan, UU Surat Utang Negara, UU Bank Indonesia, dan UU APBN 2020," tulis Fadli.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR itu menilai kewenangan DPR sebagai pembentuk Undang Undang pun telang dilangkahi dan diamputasi oleh Perppu ini.
Sementara itu, DPR sebagai fungsi anggaran yang dimiliki DPR pun turut dipangkas perannya melalui Perppu 1 Nomor 2020 ini.
Baca Juga: Warga Berusia di Bawah 45 Tahun Boleh Kerja Lagi, Ini Alasannya
"Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa untuk mengubah postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara diatur berdasarkan Peraturan Presiden.
@DPR_RI. Padahal, dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat (1) dinyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah Undang-Undang yang ditetapkan setiap tahun, bukan Perpres atau Peraturan Perundangan lainnya," jelas Fadli.
Fungsi DPR lainnya yang menurut Fadli dirampas oleh Perppu ini adalah Fungsi pengawasan. Perppu ini dianggap telah melucuti hak pengawasan parlemen dan hak penyidikan serta penyelidikan lembaga penegak hukum.
"Di dalam Pasal 27 misalnya, disebutkan jika segala tindakan serta keputusan yang diambil berdasarkan Perppu tersebut tidak boleh dianggap sebagai kerugian negara. Pasal ini jelas telah mengebiri fungsi @bpkri (Badan Pemeriksa Keuangan)," lanjut Fadli.
Catatan kedua yang dilihat Fadli adalah adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam Perppu ini.
"Merujuk pada Pasal 27, Perppu ini menyatakan para pejabat yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan penanganan krisis tak bisa digugat, baik secara perdata, secara pidana, maupun melalui peradilan tata usaha negara," tulis Fadli lagi.
Pasal tersebut dianggap telah memberi hak imunitas kepada aparat pemerintah untuk tidak bisa dituntut atau dikoreksi melalui lembaga pengadilan.
Ketiga, Fadli mencatat kondisi darurat keuangan negara sebenarnya sudah diantisipasi dan diatu dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
"Pasal 27 Ayat (4) UU Keuangan Negara menyebutkan: dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yg selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran," bunyi pasal itu seperti yang dikutip Fadli.
Ia pun menganggap bahwa Preppu No. 1 tahun 2020 ini tak memiliki urgensi sama sekali.
Keempat, klausul dalam pasal yang menyatakan pelonggaran defisit anggaran hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto selama masa pandemi dianggap membahayakan dan merusak perekonomuan nasional.
Menurut Fadli, "Dengan tidak adanya batas defisit APBN terhadap PDB, maka risiko terjadinya pembengkakan utang negara jadi kian membesar."
Kelima, Fadli menilai bahwa Perppuu ini tidak sesuai dengan saran pimpinan Badan Anggaran DPR RI yang disampaikan pada Maret lalu.
Fadli menyebut ada tiga perppu yang telah disarankan untuk mengatasi dampak krisis.
"Ketiga Perppu itu adalah: (1) Perppu APBN 2020 (untuk melakukan realokasi anggaran tanpa harus menunggu APBN-P); (2) Perppu terhadap Undang Undang Pajak Penghasilan (untuk memberi keringanan pajak, tapi sekaligus juga menarik pajak lebih besar bagi orang-orang terkaya), dan (3) Perppu revisi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara (untuk melonggarkan batas defisit anggaran)" lanjut Fadli.
Dari catatan Fadli tersebut, ia mengajak agar anggota parlemen lain meninjau kembali secara kritis dan hati-hati terkait Perppu No.1 Tahun 2020 ini.