Suara.com - Pendakwah kondang Ustaz Abdul Somad mengungap analisisnya mengenai fenomena konten media sosial yang menggegerkan warga belakangan ini.
Ia menyoroti parodi lagu Aisyah Istri Rasulullah, Tiktok orang salat hingga prank atau tipuan memberikan sembako sampah.
Setelah beberapa kali menyaksikan video, UAS mengaku memperhatikan raut wajah pembuat konten tersebut.
Hal itu disampaikan UAS melalui unggahan di jejaring Istagram pribadinya @ustadzabdulsomad_official, Senin (11/5/2020).
Baca Juga: Ramai Diperbincangkan Netizen, Ini 5 Fakta Herd Immunity Pandemi Covid-19
"Saat peristiwa itu usai, pelaku seperti baru tersadar," ungkapnya seperti dikutip Suara.com.
Mengenai fenomena tersebut, UAS menyebut tentang petingnya makna kata sadar. Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sadar memiliki makna merasa, tahu, ingat, mengerti dan siuman.
Menurutnya, kala konten tersebut dibuat pelaku dalam kondisi tidak sadar karena mengalami euforia, perasaan ekstrem dan tidak rasional pada emosi.
"Betapa sosial media perlahan-lahan mengganggu kesadaran orang, jika tidak ingin disebut merusak kesadaran," tuturnya.
Mantan dosen UIN Suska Riau tersebut mengatakan bahwa ketika seorang masuk ke alam media sosial maka mereka menjadi seperti terhipnotis, bisa sangat senang atau sangat marah.
Baca Juga: Sebuah Akun Twitter Pastikan Perempuan di Video Syur Bukan Syahrini
"Orang-orang menjadi sangat-sangat gagah melebihi Kevin Cosner dalam Dances With Wolves walau kenyataannya madam Tok Labu menjemur kain," tuturnya.
Padahal sejatinya, misi kedatangan agama Islam adalah menjaga kesadaran umat akan segala tindakannya. Oleh sebab itu, Islam mengharamkan khamr karena bisa menghilangkan kesadaran.
Ia lalu mengatakan, "Kesadaran itu diuji dengan ucapan yang keluar dari mulutnya "alhamdulilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilahin nusyur" (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami yang sebelumnya mematikan kami. Kepada-Nya kami akan kembali)".
UAS menerangkan bahwa kesadaran tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk ucapan, gerak, ingatan dan doa dalam salat-salat wajib dan sunnat. Bahkan, lebih halus dari itu umat muslim mesti sadar akan setiap hembus napasnya.
Lebih lanjut, UAS menuturkan bahwa hidup manusia kini baru sampai pada level mencari kesadaran.
Sementara puncak kesadaran itu adalah kematian seperti ungkapan Sayyidina Ali yang diabadikan di atas nisan mendingan cendekiawan Jerman yang menulis kajian islam dan sufisme, Annemarie Shimmel.
"Manusia itu tidur (tidak sadar), ketika ia mati, barulah ia terjaga (sadar)," demikian ungkapan Sayyidina Ali tersebut.
Sebagai simpulan, UAS lantas mengatakan bahwa bulan Ramadan mendidik umat Islam untuk selalu sadar, waspada dan khawatir tentang hal-hal yang membatalkan puasa. Termasuk untuk tidak membicarakan aib orang lain.
"Puncak kesadaran saat puasa adalah ketika menjelang finish, benar-benar sadar dan dipastikan bahwa yang terdengar itu ada;ah azan magrib dari masjid, bukan handphone," kata UAS memungkasi.
Dalam analasinya mengenai fenomena konten media sosial tersebut, UAS juga membagikan foto nisan Annemarie Schimmel.