Padahal sejatinya, misi kedatangan agama Islam adalah menjaga kesadaran umat akan segala tindakannya. Oleh sebab itu, Islam mengharamkan khamr karena bisa menghilangkan kesadaran.
Ia lalu mengatakan, "Kesadaran itu diuji dengan ucapan yang keluar dari mulutnya "alhamdulilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilahin nusyur" (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami yang sebelumnya mematikan kami. Kepada-Nya kami akan kembali)".
UAS menerangkan bahwa kesadaran tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk ucapan, gerak, ingatan dan doa dalam salat-salat wajib dan sunnat. Bahkan, lebih halus dari itu umat muslim mesti sadar akan setiap hembus napasnya.
Lebih lanjut, UAS menuturkan bahwa hidup manusia kini baru sampai pada level mencari kesadaran.
Baca Juga: Ramai Diperbincangkan Netizen, Ini 5 Fakta Herd Immunity Pandemi Covid-19
Sementara puncak kesadaran itu adalah kematian seperti ungkapan Sayyidina Ali yang diabadikan di atas nisan mendingan cendekiawan Jerman yang menulis kajian islam dan sufisme, Annemarie Shimmel.
"Manusia itu tidur (tidak sadar), ketika ia mati, barulah ia terjaga (sadar)," demikian ungkapan Sayyidina Ali tersebut.
Sebagai simpulan, UAS lantas mengatakan bahwa bulan Ramadan mendidik umat Islam untuk selalu sadar, waspada dan khawatir tentang hal-hal yang membatalkan puasa. Termasuk untuk tidak membicarakan aib orang lain.
"Puncak kesadaran saat puasa adalah ketika menjelang finish, benar-benar sadar dan dipastikan bahwa yang terdengar itu ada;ah azan magrib dari masjid, bukan handphone," kata UAS memungkasi.
Dalam analasinya mengenai fenomena konten media sosial tersebut, UAS juga membagikan foto nisan Annemarie Schimmel.
Baca Juga: Sebuah Akun Twitter Pastikan Perempuan di Video Syur Bukan Syahrini