Bahas Pengesahan RUU Minerba, DPR dan Pemerintah Dinilai Lebih Pro Investor

Selasa, 12 Mei 2020 | 19:41 WIB
Bahas Pengesahan RUU Minerba, DPR dan Pemerintah Dinilai Lebih Pro Investor
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah. (Suara.com/M Yasir).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - DPR RI bersama Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang Undang Minerba, Senin (11/5/2020).

Rapat pengambilan keputusan tingkat pertama itu digelar Komisi Energi atau Komisi VII bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Ketua Jaringan Tambang (JATAM) Nasional, Merah Johansyah mengatakan rencana pengesahan RUU Minerba tersebut adalah bukti pemerintah dan DPR lebih mewakilli kepentingan investor batu bara dibandingkan mendengarkan aspirasi korban industri pertambangan dan rakyat yang memilihnya.

"Alih-alih memprioritaskan penyelamatan rakyat di tengah krisis pandemi Covid-19, DPR dan Pemerintah justru menyediakan jaminan (bailout) dan memfasilitasi perlindungan bagi korporasi tambang," kata Merah dalam keterangan pers, Selasa (12/5/2020).

Baca Juga: Dieksekusi Pakai Linggis, Kejiwaan Kakek Pembunuh Pasutri Diperiksa Polisi

Bahkan, lanjutnya, Ketua Panja RUU Minerba, Bambang Wuryanto menganggap banjir aspirasi publik yang selama ini kepada DPR sebagai teror. Padahal faktanya, rapat-rapat yang digelar oleh Panitia Kerja atau Panja RUU Minerba selama ini dilakukan melalui sidang-sidang tertutup dan tidak membuka ruang bagi masukan masyarakat.

"Pembahasan yang dilakukan diam-diam, nir-partisipasi dan melanjutkan naskah yang dipenuhi pasal bermasalah adalah teror sesungguhnya oleh pemerintah dan DPR terhadap warga terdampak di lingkar pertambangan dan industri batu bara," ujar dia.

Merah menjelaskan, ada beberapa poin penting dalam RUU Minerba yang menjadi permasalahan. Pertama adalah RUU tersebut merupakan suatu bentuk jaminan atau bailout dari pemerintah untuk melindungi para pengusaha tambang, bukan rakyat dan lingkungan hidup.

"Sementara bailout berikutnya tengah disiapkan, misalnya wacana usulan pemotongan tarif royalti yang harus dibayar kepada negara dan sejumlah insentif lainnya bagi perusahaan," kata dia.

Kedua, proses pembahasan dan pengesahan RUU Minerba cacat prosedur dan hukum. Melanggar tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12/2011 dan peraturan DPR tentang tata tertib DPR. Mengabaikan hak konstitusi warga negara yang dijamin konstitusi.

Baca Juga: Saut Kritik Gaya Penetapan Tersangka KPK: Publik Berhak Peroleh Informasi

Ketiga, pasal-pasal dalam draf RUU Minerba yang disahkan di Komisi VII memperlihatkan bagaimana perusahaan diberi kemudahan. Diantaranya; perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang yang merupakan fasilitas yang ditunggu-tunggu oleh enam perusahaan raksasa batu bara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI