"Bisa jadi penurunan palsu. Akibatnya, orang awam bisa berpikir kasusnya mereda, dan bisa muncul keinginan untuk beraktivitas di luar."
Data pengetesan per hari yang tak konsisten ini, disebut laura akan berpengaruh pada prediksi puncak pandemi Covid-19 di Indonesia yang sempat diperkirakan akan terjadi bulan Mei hingga Juni.
"Ya jadi sulit diprediksi... Memang prediksi puncak pandemi itu berbasis data yang sudah dikumpulkan hari per hari. Jika ada kekacauan spesimen dan kualitas datanya tidak baik, itu akan memengaruhi kualitas prediksi," kata Laura.
"Prediksinya akan berubah, bergeser."
Baca Juga: Senin Ini, Jumlah Pasien di RS Wisma Atlet 889, Positif Covid-19 702 Orang
'Reagen langka'
Salah satu alasan jumlah tes belum konsisten per harinya adalah karena kelangkaan reagen, atau cairan yang digunakan untuk pengetesan Covid-19, di sejumlah daerah.
Di provinsi Kalimantan Tengah, yang jumlah angka positifnya sudah menembus angka 200, laboratorium Covid-19 bahkan belum berfungsi karena keterbatasan reagen.
Spesimen di provinsi itu pun terpaksa dikirim ke daerah lain, seperti Surabaya dan Jakarta yang mengakibatkan hasil tes baru diterima dalam waktu yang lama, yakni sekitar 10 hari ujar Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Tengah, Suyuti.
"Masalah besar di kami, reagen primer yang terbatas. Kami alat PCR baru ada, tapi baru dalam tahap uji coba, jadi belum ada hasil resmi," katanya.
Baca Juga: Sempat Sentuh 1.000, Kini Jumlah Pasien RS Wisma Atlet Jadi 965 Orang
Sementara, di Papua, yang angka positifnya mencapai lebih dari 300 orang, laboratoriumnya hanya bisa memeriksa maksimal 150 spesimen per hari, ujar juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Papua Silwanus Sumule.