"Sebagian memang dia (nelayan) langsung ke pelelangan Muara Baru atau Muara Angke karena mereka langsung dari laut," ucap Topaz.
Terkadang, ada pihak pelelang ikan yang langsung menghampiri para nelayan ke tengah laut untuk mengambil hasil tangkapan. Istilah bekennya adalah sistem jemput bola.
"Atau ada juga yang langsung jemput bola katanya, jadi ada yang 'makelar' ikannya langsung jemput ke tengah laut," beber Topaz.
Meski demikian, Topaz tak mengetahui lebih detil istilah makelar ikan yang dia sebut. Sebab, profesi Topaz bukanlah seorang nelayan.
Baca Juga: Terbitkan Pergub Sanksi PSBB, Anies: Biar Penindakan Ada Dasar Hukumnya
Terkadang, para warga ada memesan ikan atau cumi secara langsung kepada nelayan. Singkatnya, sebagian hasil tangkapan ada yang disisihkan para nelayan untuk dijual kepada warga Kampung Akuarium.
"Tapi kalau warga mau langsung pesan, 'ikan dong atau cuminya dong gue beli nih'. Jadi sama nelayan di bawa pulang. Misalnya saya nih mau goreng ikan tinggal langsung bilang aja, nanti di bawain sama mereka," papar Topaz.
Kenyataan berbeda justru dialami warga Kampung Akuarium yang bukan berprofesi sebagai nelayan. Para warga yang bekerja sebagai buruh harian merasakan dampak ekonomi yang nyata.
Kata Topaz, warga Kampung Akuarium yang bekerja sebagai buruh harian kekinian sudah dirumahkan. Topaz berkisar, dari 30 warga Kampung Akuarium yang bekerja, kini hanya tersisa 10 sampai 15 orang saja. Sisanya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
"Dari sekitar 20 sampai 30 orang yang awalnya bekerja, mungkin sampai sekarang hanya tinggal 10 atau 15 orang saja yang bekerja. Tapi ada juga yang di PHK lebih banyak juga yang di PHK," tutup Topaz.
Baca Juga: PA 212 Minta Masjid Segera Dibuka Lagi: Jangan Nantinya Jadi Bom Umat