Survei itu menemukan sekitar 54% PMI yang bekerja sebagai buruh pabrik dan konstruksi seperti di Malaysia dan Arab Saudi banyak yang tidak mendapat gaji.
Sementara, 95% PMI di Singapura dan Hong Kong meski masih bekerja dan mendapatkan gaji, mereka mendapatkan beban kerja berganda, pembatasan mobilisasi, perampasan hak libur, depresi dan tidak mendapatkan upah lembur.
Sementara itu, PMI yang bekerja di sektor manufaktur di Taiwan dan Korea Selatan tidak diizinkan keluar rumah atau asrama sehingga mereka mulai menghadapi gangguan psikologis, ungkap survei tersebut.
Survei dilakukan menggunakan layanan SurveyMonkey dengan mengumpulkan 149 responden yang bekerja di sembilan negara tujuan.
Baca Juga: 34 Ribu TKI Kembali, Jokowi Pastikan Kesiapan Karantina dan RS Rujukan
Pemerintah didesak aktif lindungi PMI
HRWG, SBMI dan JBM mendesak pemerintah untuk memberikan bantuan bahan pokok makanan untuk menjamin hak hidup PMI secara berkesinambungan.
Deputi Direktur HRWG Daniel Awigra pun mendesak pemerintah untuk melindungi hak-hak pekerja migran yang dipecat, tidak digaji, dan mengalami eksploitasi.
"Lalu memberikan jaminan sosial [BPJS] terhadap pekerja migran dan keluarganya. Melanjutkan program repatriasi pekerja migran Indonesia tak berdokumen dari Arab Saudi dan Malaysia karena mereka merupakan kelompok migran yang paling terdampak," kata Daniel
Berdasarkan data Migran Care, diperkirakan terdapat sekitar 4,5 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri.
Baca Juga: Jokowi Minta Jajaran Menteri Antisipasi Kembalinya 34 Ribu TKI ke Tanah Air
Sebagian besar diantara mereka adalah perempuan (sekitar 70%) yang bekerja di sektor domestik (sebagai PRT) dan manufaktur.