Pemakaman Rahasia, Solusi Bentrok Budaya dan Aturan di Tengah Pandemi

Syaiful Rachman Suara.Com
Senin, 11 Mei 2020 | 22:44 WIB
Pemakaman Rahasia, Solusi Bentrok Budaya dan Aturan di Tengah Pandemi
Pelayat menghadiri sebuah prosesi pemakaman di Afrika. [BBC]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Larangan menggelar acara pertemuan besar di Afrika Selatan memaksa orang-orang meninggalkan banyak tradisi mereka, namun mereka juga menemukan kembali cara kuno termasuk "pemakaman rahasia". Seperti dilaporkan wartawan BBC Pumza Fihlani dari Johannesburg.

Yang menjadi sumber penyebaran adalah ketika ada orang yang menghadiri satu pemakaman dan yang terinfeksi virus corona sebanyak 40 orang.

Pada tanggal 21 Maret, sekitar 100 orang menghadiri sebuah upacara pemakaman di desa Majola, Eastern Cape.

Padahal dalam rentang seminggu Presiden Cyril Ramaphosa telah menyatakan keadaan bencana nasional dan melarang berbagai pertemuan yang melibatkan banyak orang untuk membantu menekan penyebaran virus corona.

Baca Juga: Cegah PHK, Pemerintah Izinkan Warga di Bawah 45 Tahun Kembali Bekerja

Desa yang terletak di wilayah AmaMpondomise yang sepi, kini menjadi pusat penyebaran virus di daerah tersebut.

Pemakaman tanggal 21 Maret, bersamaan dengan dua lainnya di kota Port Elizabeth, menjadi penyebab atas terjadinya 200 kasus Covid-19 di provinsi tersebut - sekitar seperempat dari total penduduk.

Menentang pihak berwenang

Dengan peraturan yang berlaku saat ini, pihak berwenang hanya mengizinkan 50 orang menghadiri pemakaman, namun bagi beberapa kalangan jumlah tersebut dinilai terlalu sedikit.

Juru bicara Departemen Kesehatan Eastern Cape Sizwe Kupelo mengatakan beberapa pihak keluarga "menentang" kebijakan pihak berwenang, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai lonjakan kasus virus corona.

Baca Juga: Berkerumun di Jakarta Akan Dapat Sanksi Sapu Jalan hingga Denda Rp 250 Ribu

"Kami sangat prihatin dengan beberapa acara pemakaman di provinsi ini," ujar Kupelo seperti dikutip oleh News24.

"Kami menyambut baik usulan para pemimpin tradisional kepada menteri kesehatan nasional agar semua orang yang sudah meninggal menerima perlakuan yang sama; yaitu, untuk dibawa langsung dari kamar mayat ke kuburan."

Tetapi sangat sulit untuk mengubah tradisi yang sudah mengakar ini dan banyak laporan yang menyebut acara pemakaman yang dihadiri banyak orang terus berlanjut.

"Pemakaman, layaknya acara-acara pernikahan dan perayaan inisiasi dalam komunitas tradisional adalah ritual penting perjalanan, mereka menandai momen paling penting dalam kehidupan seseorang," jelas pakar budaya Profesor Somadoda Fikeni.

"Orang-orang Afrika sudah lama menanamkan masalah dukungan sosial dan solidaritas manusia dalam tatanan sosial mereka - komunitas dan kekerabatan."

Semua orang memberikan penghormatan

Bagi kebanyakan orang Afrika Selatan berkulit hitam, pemakaman menggabungkan unsur-unsur tradisional Afrika dan Kristen.

Ketika sebuah keluarga berduka, orang-orang rela melakukan perjalanan jauh untuk menghadiri pemakaman dan berbagai ritual lain pada hari-hari menjelang pemakaman.

Kegiatan ini termasuk mengunjungi kerabat berulang kali di rumah mereka untuk memberikan penghormatan dan untuk membantu segala persiapan.

Mereka juga biasanya menyembelih ternak lalu dimasak untuk menjamu dan mengantisipasi kedatangan para pelayat, mereka juga perlu menggali kuburan, terkadang menggunakan sekop secara bergantian.

Mereka yang menghadiri berbagai upacara pemakaman itu belum tentu dikenal akrab oleh keluarga yang ditinggalkan.

Para pelayat itu bisa dari gereja setempat, perkumpulan orang-orang yang sering menghadiri pemakaman, atau hanya orang-orang yang lewat mendengar kabar duka dan ingin menyampaikan duka cita.

Semua orang dipersilakan untuk menghadiri pemakaman.

Lingkaran penularan virus

Pada hari pemakaman, ratusan orang berkumpul untuk menghadiri kebaktian, mereka duduk berdekatan.

Saat prosesi selesai digelar, semua anggota masyarakat membentuk rantai manusia untuk memberikan makanan kepada ratusan orang yang datang untuk bersimpati. Lalu para tamu pun akan bersantap bersama, sekali lagi ini dilakukan dalam jarak dekat.

"Ini menjadi lingkaran penularan virus," tutur Fikeni memperingatkan.

Sebagai upaya untuk menemukan alternatif dan cara yang lebih aman untuk memakamkan anggota keluarga, pimpinan desa AmaMpondomise, Raja Zwelozuko Matiwane mengeluarkan larangan semua layanan pemakaman di kerajaannya dengan tujuan memperkenalkan kembali praktik kuno ukuqhusheka, atau penguburan rahasia.

Juru bicaranya, Nkosi Bhakhanyisela Ranuga, mengatakan keputusan itu dibuat setelah berkonsultasi dengan para pemimpin tradisional setempat.

"Kami berusaha melindungi rakyat kami dalam pandemi ini."

"Ketika mengikuti kebiasaan ini (ukuqhusheka), ini berarti orang-orang dipanggil untuk mengubur baik pada hari yang sama atau hari berikutnya dan hanya dengan mereka yang hadir pada saat lewat," katanya kepada BBC.

Upacara penyucian

Kerajaan AmaMpondomise membentang di empat kota, Qumbu, Tsolo, Ugie dan Maclear, dan desa-desa di sekitarnya.

"Dengan dihidupkannya kembali praktik kuno ini, ini berarti hanya anggota keluarga dekat yang bisa menguburkan seseorang. Setelah upacara pemakaman, keluarga masih dapat mengadakan upacara penyucian secara tertutup saat mereka kembali dari dari pemakaman," jelas Ranuga .

Upacara ini dilakukan melalui persembahan ritual untuk menyucikan keluarga dari "awan kematian yang gelap".

Mereka biasanya menggelar acara ini secara tertutup hanya dengan kerabat dekat.

Selain mengurangi risiko penyebaran virus corona, beberapa kalangan mendukung dihidupkannya kembali ritual ukuqhusheka karena biaya yang dikeluarkan, khususnya saat ini kondisi keuangan yang sulit.

"Banyak keluarga yang berhutang dalam jumlah yang tak sedikit untuk membayar pemakaman saat ini," kata Nosebenzile Ntlantsana, seorang pemimpin komunitas.

"Sebagai pemimpin tradisional, kita seringkali harus turun tangan dalam menyelesaikan perselisihan antar keluarga dan penyedia layanan ketika keluarga tidak mampu membayar. Sangat menyedihkan melihat betapa banyak tekanan yang ada untuk mengadakan pemakaman besar akhir-akhir ini - mungkin praktik ini akan membantu keluarga terutama dalam komunitas kami," katanya.

Ritual perkabungan telah berubah dari yang awalnya digelar sepanjang hari kini dipersingkat menjadi satu jam saja dengan jumlah pelayat yang masuk ke dalam rumah sebanyak 50 orang, lantas menyusut menjadi 25 orang saat ke pemakaman.

Ritual membantu saya mengatasi rasa kehilangan

Tetapi ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan dalam proses pemakaman singkat yang ingin dihidupkan kembali oleh raja, termasuk peluang untuk mengungkap perasaan kesedihan bagi keluarga yang ditinggalkan.

"Banyak keluarga berbagi dengan kami soal beberapa tantangan yang mereka hadapi diantaranya mereka tidak bisa berduka seperti biasanya di waktu-waktu seperti sekarang ini," kata Siyabulela Jordan, pemilik perusahaan Pemakaman Sinoxolo yang berbasis di Eastern Cape.

"Semua kejayaan khas Afrika dalam urusan pemakaman dibayangi oleh peraturan, yang menjadikan seluruh prosesi pemakaman berubah. Mereka juga tidak bisa melakukan kontak fisik seperti halnya merangkul atau memeluk anggota keluarga karena faktor jaga jarak seperti yang diterapkan saat ini."

Delapan bulan yang lalu, saya kehilangan ibu mertua, seorang perempuan yang sangat saya cintai dan hormati.

Kami merasa sangat berduka, namun banyak orang yang memberi dukungan, bahkan dari orang-orang yang mengenalnya saat dia menjadi petugas medis di usia 30 an. Mereka mendengar berita kematiannya dan harus datang untuk menghibur anak-anaknya.

Dan setiap hari, tenggelam dalam persiapan dan sejumlah pelayat yang keluar masuk rumah, ritual rumit menjadi semacam upaya untuk menerima kenyataan.

'Perlu konseling' setelah pemakaman terbatas

Fikeni mengatakan bahwa bagian penting dari proses berduka ini perlu diperhitungkan dalam pengaturan baru.

"Mungkin dibutuhkan konseling bagi mereka yang terpaksa mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai dengan cara seperti ini."

Namun kebutuhan untuk menemukan cara baru melakukan pemakaman bukan hanya masalah di pedesaan.

Di kawasan perkotaan yang area pemakamannya lebih terbatas, pihak berwenang juga khawatir dengan adanya kemungkinan dilakukannya kuburan massal.

Semua perubahan ini merujuk pada satu hal - bahwa tradisi kaya yang terkait dengan aspek kehidupan dan kematian di Afrika Selatan sudah tidak dilakukan lagi pada saat ini.

Tradisi yang menekankan kebersamaan, satu hal yang saat ini dihindari untuk mencegah penyebaran virus corona.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI