Suara.com - Pemerintah Korea Selatan dihadapkan dengan masalah baru dalam upaya memerangi pandemi virus Corona. Homofobia telah menghambat strategi pengetesan masal yang dalam beberapa bulan terakhir terbukti efektif.
Menyadur dari BNN Bloomberg, Korea Selatan menggunakan strategi tes Covid-19 masal tanpa lockdown untuk memutus rantai penyebaran virus Corona.
Strategi itu terbukti efektif di mana pihak berwenang mampu dengan cepat mengidentifikasi orang-orang yang terinfeksi Covid-19 untuk segera melakukan isolasi.
Di akhir April 2020, jumlah kasus infeksi virus Corona di ibukota Seoul bahkan turun drastis. Jumlah infeksi harian terkadang mampu menyentuh angka nol kasus.
Baca Juga: Heboh di Korea Selatan, Jasad WNI Anak Buah Kapal China Dibuang ke Laut
Namun, lonjakan infeksi Covid-19 mulai muncul kembali. Dilaporkan The Straits Time, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDC) menemukan 34 kasus infeksi baru pada Minggu (10/5/2020).
Klub-klub gay di pusat Seoul disebut-sebut menjadi kluster infeksi. Tim medis setempat berusaha melacak lebih dari 5.500 orang yang mengunjungi bar antara 24 April dan 6 Mei.
Namun, homophobia atau pandangan negatif tehadap kelompok homoseksual membuat para pejabat kesehatan kesulitan melakukan tracking. Orang-orang itu enggan teridentifikasi.
Dilaporkan BNN Bloomberg, setengah dari 5.500 orang yang mendatangi bar gagal terlacak, sementara infeksi yang terkait dengan klub-klub gay tersebut terus meluas.
Menurut jajak pendapat Gallup 2017, 58% orang Korea menentang pernikahan sesama jenis. Pandangan itu diperkuat Presiden Moon Jae-in yang menjadikan hal itu sebagai bagian dari kampanyenya.
Baca Juga: Klaim Virus Corona Terkendali, Korea Selatan Buka Fasilitas Publik
"Ada tingkat diskriminasi dan permusuhan yang cukup besar terhadap homoseksualitas," kata Kwak Hye-weon, seorang profesor di Universitas Daekyeung dikutip dari BNN Bloomberg, Senin (11/5/2020).