Hingga kini, Andrisen mengaku, belum mendapat gaji.
Bekerja tanpa sertifikasiAsisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo, menyoroti perihal pelatihan dan sertifikasi ABK Indonesia.
Indonesia, kata Basilio, belum meratifikasi The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel, yang mengatur sertifikasi yang diperlukan oleh ABK.
Aturan yang dikeluarkan ILO itu, kata Basilio, penting karena Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak menempatkan ABK di kapal asing, setelah Rusia dan China.
Baca Juga: Tak Tunggu Isolasi, Polisi Kebut Pemeriksaan WNI ABK Kapal China Longxing
"Banyak nelayan kita tidak dilengkapi sertifikasi yang layak, sehingga banyak lulusan jurusan perikanan setingkat SMA, SMK, ijazahnya tidak bisa diakui di luar negeri karena Indonesia belum menjadi pihak (konvensi internasional) itu," ujarnya.
"Ini menunjukkan betapa banyak nelayan yang terpaksa kerja di luar negeri tanpa dilengkapi sertifikasi yang sepatutnya dikeluarkan negara."
Ia menjelaskan, pelatihan untuk sertifikasi itu penting karena di luar negeri, kapal ikan yang digunakan umumnya di atas 300 Gross tonnage (GT). Sementara, di Indonesia, kapal ikan di atas 150 GT saja dilarang.
Janji perketat izin ABKPlt Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan Aris Wahyudi mengatakan sesuai tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia idealnya orang yang bekerja di luar negeri memiliki sertifikat kompetensi.
"Kalau itu tidak dipenuhi, dampaknya akan mengikuti. Nanti dibodohi dan bargaining ketika membahas atau nego di perjanjian kerja menjadi sangat terbatas," ujarnya.
Baca Juga: KBRI Seoul Pulangkan Enam WNI ABK Lim Discoverer
Ia mengatakan kedepannya pihaknya akan melarang ABK yang tidak memenuhi standar kompetensi untuk bekerja di luar negeri.