Pria asal Manado itu memutuskan menjadi ABK di kapal ikan berbendera China tahun 2019.
Dia mendaftar di sebuah agen pengiriman ABK di Pemalang, Jawa Timur, yang hanya mensyaratkannya menyerahkan KTP, KK, ijazah, buku pelaut, dan paspor.
Tak ada pembekalan mengenai cara bekerja di kapal ikan atau perkenalan bahasa asing. Di kapal itu lah ia baru benar-benar belajar menangkap ikan.
"Kalau di Indonesia kan pakai jaring agak kecil, di sana (kapal asing) jaring agak besar. Baru belajar saat di kapal," ujarnya.
Baca Juga: Tak Tunggu Isolasi, Polisi Kebut Pemeriksaan WNI ABK Kapal China Longxing
"(Kami) nggak tahu jahit jaring bagaimana, tapi disuruh jahit. Lalu mandor dan kapten marah-marah," ujarnya.
Andrisen, lulusan SMK jurusan bangunan, mengatakan sejumlah ABK juga sering tak mengerti apa yang disampaikan oleh pimpinan kapal yang berbahasa asing.
"Kami nggak ngerti. Dimarahin, dibentak-bentak sama dia."
Konflik biasanya memuncak ketika para ABK Indonesia kelelahan.
"Kami ditendang dan dimaki-maki ketika kelelahan, itu sudah biasa," katanya.
Baca Juga: KBRI Seoul Pulangkan Enam WNI ABK Lim Discoverer
Dalam kurun waktu lima bulan, ia dan sejumlah rekannya berhenti bekerja dan pulang ke Indonesia karena mengaku mendapat perlakuan tak layak itu.