Suara.com - Obat herbal buatan Madagaskar yang disebut-sebut Presiden Madagaskar Andry Rajoelina, dapat menangkal virus corona ini tetap dimininati, meski telah mendapatkan kritik dari WHO terkait khasiatnya yang belum terbukti secara klinis.
Kepincut dengan ramuan herbal ini, delegasi Tanzania pada Jumat (8/5) lalu, tiba di Madagaskar untuk mengambil pesanan mereka.
Menyadur dari Reuters, ramuan yang berbahan dasar tanaman Artemisia ini juga telah dikirimkan ke sejumlah negara di Afrika.
Negara seperti Tanzania, Republik Afrika Tengah, Guinea Ekuatorial, Republik Kongo, Republik Demokratik Kongo, Liberia, dan Guinea-Bissau, telah menerima ribuan obat herbal ini secara gratis.
Baca Juga: Hindari Transportasi Umum Selama Pandemi, Banyak Warga AS Beli Sepeda
Wakil Menteri Informasi Liberia Eugene Farghon mengatakan, pihahknya tidak berencana melakukan pengujian obat sebelum didistribusikan pekan ini.
"Ini akan dikonsumsi oleh warga Liberia dan digunakan di Liberia," ujar Farghon.
"Madagaskar adalah negara di Afrika, untuk itu, kami sebagai negara di Afrika juga akan turut mengonsumsi dan memanfaatkan obat herbal Afrika kami," sambungnya.
Direktur Studi Hukum di Presidensi Madagaskar, Marie Michelle Sahondrarimalala mengatakan, obat herbal ini dapat dipasarkan. Pun negaranya telah menerima sejumlah pesanan dair negara-negara lain.
"Madagaskar telah menerima pesanan dari ototoritas negara di negara lain, dan juga menerima (pesanan) dari orang-orang secara pribadi," ujar Sahondrarimalala, Rabu (6/5).
Baca Juga: MAKI: Buronan Nurhadi Sepekan Tukar Dolar Capai Rp3 Miliar di Money Changer
Kepala negara-negara di Afrika lain juga disebutkan melakukan pesanan untuk obat herbal berbentuk minuman ini.
Sebelumnya, pihak Uni Afrika (AU) mengatakan pihaknya sedang berusaha mendapatkan data teknis terkait obat herbal dari Madagaskar, dan berencana meneruskannya ke Pusat Pengandalian dan Pencegahan Penyakit Afrika untuk di evaluasi.
"Tinjauan ini akan didasarkan pada norma-norma teknis dan etika global untuk mengumpulkan bukti ilmiah yang diperlukan," jelas AU, Senin (5/5).
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Afrika, Matshidiso Moeti, mengatakan pihaknya khawatir jika obat yang belum terbukti secara klinis ini malah akan menimbulkan orang-orang tersugesti kesadaran palsu, bahwa mereka kebal akan virus corona.
"Kami khawatir bahwa dengan menggembar-gemborkan produk ini sebagai langkah pencegahan malah membuat orang merasa aman-aman saja," kata Moeti.