Amnesty Serukan Komitmen Negara di Asia Pasifik Lindungi Pengungsi Rohingya

Sabtu, 09 Mei 2020 | 02:00 WIB
Amnesty Serukan Komitmen Negara di Asia Pasifik Lindungi Pengungsi Rohingya
Pegiat HAM Usman Hamid di Jakarta. [Suara.com/Lily Handayani]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Amnesty International mendesak negara-negara yang ada di Asia Pasifik bekerja sama untuk mengambil langkah menyelamatkan dan melindungi para pengungsi Rohingya yang saat ini terdampar di laut.

Desakan ini disampaikan melalui surat terbuka Amnesty International yang ditujukan kepada pemerintah Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Singapura, Timor-Leste, Thailand, Sri Lanka dan Vietnam.

“Pemerintah negara-negara di kawasan harus menyusun dan mengimplementasikan kebijakan perlindungan terhadap pengungsi dan imigran yang sesuai dengan hukum internasional. Negara-negara di kawasan juga punya tanggung jawab untuk melindungi hak asasi mereka,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam siaran pers, Jumat (8/5/2020).

Pada 2 Mei lalu, sebanyak 29 orang etnis Rohingya telah diselamatkan oleh otoritas Bangladesh dan ditempatkan di fasilitas yang berlokasi di Pulau Bhasan Chan untuk karantina pencegahan COVID-19. Menurut informasi yang diterima Amnesty International, ada 800 orang yang diyakini merupakan penduduk Rohingya.

Mereka terdiri dari laki-laki, perempuan dan anak-anak, yang masih berada di beberapa kapal kecil dan terdampar di perairan antara Bangladesh dan Malaysia.

Baca Juga: Amnesty International Desak 16 Negara Asia Selamatkan Pengungsi Rohingya

Para pengungsi tersebut sempat ditolak memasuki batas wilayah perbatasan oleh masing-masing pemerintah kedua negara itu atas alasan pencegahan penyebaran Virus Covid-19.

Penolakan terhadap para pengungsi Rohingya untuk menepi bertentangan dengan komitmen yang disepakati oleh negara-negara di kawasan yang tertera dalam Deklarasi ASEAN 2010 dan Deklarasi Bali 2016. Dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut, negara-negara kawasan berjanji untuk bekerja sama dalam penyelamatan imigran.

“Deklarasi Bali dibentuk oleh negara-negara kawasan untuk mencegah terulangnya tragedi kapal Rohingya pada 2015. Jadi, inilah saatnya untuk menunjukkan komitmen tersebut,” ujar Usman.

Selain itu, seluruh kebijakan dan langkah yang diambil terkait masalah kesehatan dan pandemi Covid-19 tidak boleh bersifat diskriminatif dan melanggar HAM. Penularan Virus Covid-19 tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak dan mengusir para penduduk Rohingya yang hendak menepi. Itu sama saja dengan memaksa mereka untuk tetap berada di kapal, sementara hal tersebut dapat membahayakan kesehatan mereka.

"Ada potensi pelanggaran terhadap hak mereka untuk kesehatan dan hak untuk hidup,” terangnya.

Baca Juga: Bangladesh Selamatkan Pengungsi Rohingya yang Terombang-ambing di Laut

Etnis Rohingya merupakan komunitas Muslim minoritas yang telah mengalami diskriminasi dan persekusi sistematis di Myanmar, serta menjadi korban kejahatan kemanusiaan. Oleh pemerintah Myanmar, para etnis Rohingya tidak diakui sebagai sebuah etnis resmi.

Akses dan hak mereka terhadap kewarganegaraan ditutup oleh pemerintah setempat. Hal itu mengancam hidup mereka karena berdampak pada sulitnya meraih akses kesehatan dan kecukupan makanan.

Sejak Agustus 2017, terdapat lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, yang telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine Utara di Myanmar. Dan mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan kekerasan terhadap etnis tersebut.

Riset Amnesty International menemukan bahwa situasi yang dialami oleh etnis Rohingya termasuk dalam kategori diskriminasi etnis dan penyerangan terhadap mereka oleh pihak militer Myanmar merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) mewajibkan negara-negara untuk memberikan bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan saat berada di laut. Semua negara wajib memberikan bantuan pada orang-orang yang ditemukan di laut dalam kondisi hilang, bahaya dan berada dalam kesulitan.

Konvensi Internasional tentang Pencarian dan Pertolongan Maritim, yang mewakili standar internasional, menyebutkan bahwa mereka yang mengalami kesulitan saat berada di laut wajib diberi bantuan, terleps dari kebangsaan, status imigrasi dan lokasi dimana mereka ditemukan.

Dalam hal ini, negara-negara harus memastikan bahwa semua prosedur operasional, seperti screening status orang yang diselamatkan dilakukan setelah mereka menepi dan ditempatkan di tempat yang aman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI