Selama Pandemi, Indonesia Waspadai Ancaman Senjata Biologi dan Siber

Syaiful Rachman Suara.Com
Jum'at, 08 Mei 2020 | 20:57 WIB
Selama Pandemi, Indonesia Waspadai Ancaman Senjata Biologi dan Siber
Tangkapan layar sesi seminar via Internet (webinar) bertajuk "Emerging Security Challenges in the Time of Pandemic" yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat (8/5/2020). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Indonesia mewaspadai ancaman senjata biologi dan keamanan siber selama menghadapi pandemi COVID-19, penyakit yang disebabkan jenis baru virus corona (SARS-CoV-2), demikian salah satu isi seminar yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Jumat (8/5/2020).

Ancaman biologi, seperti wabah penyakit, memiliki kemungkinan disalahgunakan oknum tertentu sebagai senjata biologis yang mematikan bagi manusia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri senantiasa mendukung upaya pencegahan wabah jadi senjata biologis lewat kerja sama dan konvensi internasional.

"Dalam kerja sama internasional kita fokus pada pencegahan ancaman biologi jadi ancaman senjata biologi, yang diatur adalah teknologi ilmu pengetahuan untuk mempersenjatai virus, bakteri, jamur, dan parasit. Ini yang diatur, juga transfer materi (berbahaya) itu agar jangan sampai jatuh ke tangan berbahaya, (karena) ada istilahnya bio-terorisme. Teroris bisa pakai senjata itu," kata Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI, Grata Endah Werdaningtyas.

Ia menjelaskan dunia internasional telah menyepakati Konvensi Senjata Biologis 1975 (BWC), pakta multilateral pertama yang melarang pengembangan, pembuatan, dan penyimpanan senjata pemusnah massal biologis.

Baca Juga: Amnesty International Desak 16 Negara Asia Selamatkan Pengungsi Rohingya

"Indonesia telah menjadi negara pihak (dalam konvensi itu, red) sejak 1991," ujar Grata.

Negara pihak merupakan istilah yang menunjukkan Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut.

Namun, Grata menyayangkan isi konvensi yang kurang lengkap karena tidak memiliki organisasi turunan dan sistem yang memeriksa dugaan penyalahgunaan material biologis sebagai senjata. Ia menjelaskan usulan untuk membuat aturan tambahan pernah dilayangkan dalam forum internasional, tetapi masih mendapat penolakan dari beberapa negara.

Walaupun demikian, ia menjelaskan banyak kerangka kerja sama mengenai pencegahan penggunaan senjata biologis yang dibuat mengacu pada konvensi tersebut.

"Kerja sama itu biasanya jadi satu dengan kerja sama pengamanan bidang kimia, biologi, dan radiologi," tambah Grata.

Baca Juga: Mewek, Cerita Pilu Kakek Berpenghasilan Rp 1.500 Sehari

Di samping ancaman biologi, keamanan siber juga jadi salah satu isu yang diwaspadai pemerintah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI