Militer Myanmar membantah tudingan PBB dan mengatakan mereka melakukan gerakan penindakan yang sah terhadap para pemberontak yang menyerang pos-pos keamanan di sejumlah wilayah.
Setiap wabah virus corona di kamp-kamp, tempat orang-orang hidup dalam kondisi yang sempit dan buruk, akan menjadi mimpi buruk bagi lembaga bantuan dan otoritas Bangladesh.
Selama bertahun-tahun, warga Rohingya, yang lari menyelamatkan diri dari penganiayaan di Myanmar atau kemiskinan kamp di Bangladesh, telah melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke selatan dengan harapan bisa mencapai Thailand atau Malaysia.
Pada 2015, ratusan warga Rohingya meninggal setelah penindakan keras di Thailand menyebabkan penyelundup meninggalkan para pengungsi itu di laut.
Baca Juga: Sempat Clubbing di 5 Kelab Malam, Pria Ini Ternyata Positif Corona
PBB telah mendesak pemerintah untuk membiarkan kapal-kapal itu mendarat, tetapi pemerintah negara-negara di Asia Tenggara memperketat perbatasan mereka untuk mencegah penyebaran virus corona.
Bahkan di Malaysia, yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim, simpati terhadap pengungsi Rohingya tampaknya telah terkikis.
Salah satu sosok yang menjadi target kelompok anti-Rohingya adalah Zafar Ahmad Abdul Ghani, seorang aktivis Rohingya yang pada akhirnya menonaktifkan akun Facebook-nya setelah dibanjiri komentar pedas dan ancaman.
Reaksi warganet tersebut dipicu tuduhan yang menyebut Zafar Ahmad menuntut kewarganegaraan Malaysia bagi pengungsi Rohingya.
Malaysia bulan lalu mengusir sebuah kapal yang diduga membawa 200 pengungsi Rohingya. Malaysia juga telah menangkap beberapa orang, yang diyakini sebagai warga Rohingya, karena dicurigai melakukan perdagangan migran ilegal. Malaysia belum mengatakan apakah akan menerima lebih banyak warga Rohingya ke negaranya. (Antara)
Baca Juga: Meski Jadi Polemik, Anggaran Kartu Prakerja Sudah Cair Rp 1,6 Triliun