Dia baru bisa kembali ke negaranya pada Oktober 1945 setelah perang berakhir.
Perjuangannya tidak berakhir di situ karena dia terus menggelorakan tuntutan kemerdekaan dan setelahnya, pembebasan Myanmar dari rezim militer yang otoriter.
Lyudmila Pavlichenko, Wanita Pembawa Kematian
Lyudmila Pavlichenko adalah salah satu sniper paling gemilang sepanjang sejarah. Sebanyak 309 tentara Jerman terkonfirmasi tewas ditembak selama pendudukan Nazi di Uni Soviet tahun 1941, saat masa PD II.
Baca Juga: Cuit Postingan Cabul, Akun Twitter Giannis Di-Hack
Puluhan korbannya adalah spiner yang kalah dalam pertarungan 'kucing-tikus'. Keberhasilan Lyudmila membunuh musuh selama pengepungan Kota Sevastopol dan Odessa diganjar julukan 'wanita pembawa kematian'.
Para penembak jitu Nazi tidak dapat menemukannya, walau ia terluka akibat ledakan mortar. Sempat pulih, dia akhirnya ditarik dari garis depan.
Lyudmila belakangan diserahi tugas menggunakan ketenarannya untuk menarik dukungan terhadap upaya Soviet berperang melawan Nazi.
Sebagai representasi citra Tentara Merah Soviet, ia pergi ke banyak negara, termasuk bertemu Presiden Amerika Serikat kala itu, Franklin Roosevelt.
Maski dianugerahi Bintang Emas Pahlawan Uni Soviet, kisahnya dihilangkan dari sejarah.
Baca Juga: Maling Gondol Uang Rp 20 Juta, Tapi Apes, Pemilik Rumahnya Positif Corona
"Mengejutkan bahwa sniper perempuan dengan kemampuan luar biasa tidak diingat dan dihargai setelah ia meninggal," kata aktivis gender, Iryna Slavinska.