Suara.com - Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih menilai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah terkesan cuci tangan terkait hak buruh di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Alih-alih membela hak buruh, Ida dinilai malah hanya jadi penengah antara buruh dan pengusaha terkait pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Jumisih menyoroti langkah Ida yang malah memberikan kelonggaran bagi perusahaan dalam rangka memberikan THR kepada buruh. Bahkan langkah tersebut sudah tertuai dalam Surat Edaran (SE) No. M/6/HI.00.01/V/2020.
Apabila diamati dari sejumlah media, Ida sempat menyampaikan untuk perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayarkan THR bagi buruh, maka bisa melakukan perundingan dengan buruh mengenai teknis dan besaran pembayarannya.
"Hal ini merupakan bentuk rendahnya kapabilitas Menaker sebagai representasi negara yang ditugasi untuk melindungi hak-hak buruh," kata Jumisih dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suara.com, Jumat (8/5/2020).
Baca Juga: Tolak THR Ditunda dan Dicicil, Buruh: Itu Bertentangan dengan Permenaker
Menurut Jumisih, Ida tidak tampak menekan perusahaan untuk tetap memenuhi THR bagi para buruh. Melainkan seolah ingin tampil agung sebagai 'penengah' antara buruh dan pengusaha.
"Padahal, yang dilakukannya merupakan politik cuci tangan yang dikemas dengan alasan pembenar yaitu kedaruratan Covid-19," ujarnya.
Jumisih menganggap, seharusnya buruh menjadi prioritas karena ikut menjadi pihak yang tidak bisa menguasai sumber daya ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Namun tidak ada upaya yang terlihat dari Ida selaku menteri.
Langkah-langkah Ida sebelumnya juga dinilai Jumisih tidak efektif. Seperti contoh SE Menaker Nomor M/3/HK/04/III/2020 yang pada intinya mengimbau perusahaan untuk mengadakan perundingan sebelum merumahkan buruh.
SE tersebut terbukti tidak efektif lantaran banyak perusahaan yang melakukan PHK atau merumahkan pekerja tanpa perundingan mengenai pembayaran upah.
Baca Juga: Nasib THR untuk Para Pekerja Ada di Tangan Pemerintah Pusat
"Namun, tetap saja, Menaker begitu enggan dalam melihat kenyataan bahwa kepemilikan sumber daya ekonomi tidak bisa diimbangi dengan imbauan-imbauan tanpa ketegasan," ujarnya.