Suara.com - Sebanyak delapan tenda darurat didirikan para pengungsi asal Suriah di desa kecil Bar Elias, Lebanon. Mereka terpaksa harus mengungsi karena perang saudara di Suriah.
Kamp pengungsian tersebut diberi nama Medyen, diambil dari pendirinya Medyen Al-Ahmed. Ada sembilan keluarga yang tinggal di sini yang semuanya berasal dari Distrik Homs, Suriah.
"Kami tinggal sembilan orang di satu tenda," kata Mehdyen al-Ahmed, 43 tahun, dikutip dari DW—jaringan Suara.com—Jumat (8/5/2020).
Selain keluarganya sendiri, Medyen juga harus mengurus keluarga saudara perempuannya, yang kehilangan suaminya dalam Perang Suriah.
Baca Juga: Viral Foto Bupati Kuansing Salatkan Jenazah PDP Tanpa Kenakan APD Lengkap
Di Suriah, Medyen Al-Ahmed punya usaha dagang. Namun perang menghancurkan segalanya.
Karena khawatir dengan keselamatan keluarga, terutama anak-anaknya, mereka mengungsi ke Lebanon.
Tidak Ada Pekerjaan, Tidak Ada Sekolah
Tiba di Lebanon, Medyen Al-Ahmed bekerja sebagai tenaga bantuan di organisasi bantuan pengungsi.
Dengan sponsor dari Jerman, dia lalu mendirikan sekolah kecil untuk anak-anak pengungsi di tempat penampungan pengungsi.
Baca Juga: Miris! Dampak Pandemi, Asep dan Putranya Hidup dari Belas Kasihan Tetangga
Sekarang, sekolah itu sudah punya bangunan dua tingkat di luar kamp.
Tapi setelah ada pandemi corona, sekolah itu harus ditutup untuk sementara.
"Karena Corona, kegiatan sekolah terpaksa dihentikan dulu," ujarnya.
Padahal, kegiatan belajar sangat penting bagi anak-anak pengungsi, tidak hanya karena materi pelajaran, melainkan juga karena kontak sosial yang penting bagi anak-anak di lingkungan sekolah.
Sekarang, tidak hanya murid-murid sekolah yang kehilangan kegiatan belajar, kontrak kerja Medyen Al-Ahmed dengan beberapa organisasi bantuan juga dihentikan untuk sementara.
"Sekarang kami hanya mendapat kursus tambahan tentang penggunaan WhatsApp atau Zoom," tuturnya yang tak mendapat pembayaran upah lagi.
Belum Ada Kasus Infeksi Covid-19
Sejauh ini, belum ada kasus infeksi Covid-19 di tempat-tempat penampungan pengungsi asal Suriah di wilayah itu.
Tapi di sebuah penampungan pengungsi asal Palestina ada beberapa kasus.
Menurut data Johns Hopkins University, di seluruh Lebanon tercatat sekitar 750 kasus Covid-19, dengan 25 orang meninggal.
Namun tidak ada yang tahu, berapa angka infeksi yang tidak terkonfirmasi atau tidak terdaftar.
"Tentu saja situasinya parah, kalau infeksi mulai menyebar di penampungan pengungsi Suriah, karena di sana penuh sesak, dan hubungan sosial orang-orang sangat dekat," kata Mohammed Taleb, koordinator organisasi bantuan pengungsi Basmeh Zeitooneh.
Beberapa organisasi bantuan, salah satunya Dokter Tanpa Batas Negara, sudah mendirikan pusat pelayananan kesehatan khusus untuk pengungsi asal Suriah.
Tapi banyak pengungsi yang justru enggan memeriksakan diri, sekalipun mengalami gejala-gejala virus Corona Covid-19.
Terutama karena banyak dari mereka tidak punya dokumen resmi. Selain itu, mereka juga khawatir dikenakan karantina.
Otoritas Lebanon sebelumnya mendeportasi ratusan pengungsi yang tidak memiliki dokumen resmi. Jadi para pengungsi Suriah di kamp penampungan harus berpikir dua kali, mana ancaman yang lebih besar bagi mereka: Ancaman kesehatan atau ancaman dideportasi.
Kebanyakan pengungsi lebih khawatir menderita kelaparan, daripada tertular virus Corona.