Komnas Perempuan Soroti Kasus Video Prank Bantuan Isi Sampah Ferdian Paleka

Kamis, 07 Mei 2020 | 10:35 WIB
Komnas Perempuan Soroti Kasus Video Prank Bantuan Isi Sampah Ferdian Paleka
Ferdian Paleka. (Youtube)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komnas Perempuan angkat bicara terkait kasus Youtuber Ferdian Paleka yang membuat video prank dengan memberikan bantuan makanan berisi sampah kepada transpuan atau waria di Kota Bandung.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, konten video prank Ferdian dengan menjadikan transpuan sebagai sasaran olok-olok adalah bentuk kekerasan psikis terhadap mereka sekaligus diskriminasi.

Prank tersebut juga tidak menunjukkan empati sekaligus memanfaatkan kebutuhan situasi dan kondisi kelompok rentan yang membutuhkan bantuan sosial untuk mempertahankan hidup.

"Rasa keadilan masyarakat terusik oleh konten video prank tersebut. Kami mendukung Poltabes Bandung untuk mengusut video prank tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Siti Aminah Tardi, Kamis (7/5/2020).

Baca Juga: Crazy Rich Surabayan Sebar Kardus Isi Uang Jutaan, Ferdian Paleka Bisa Apa?

Komnas Perempuan juga mengimbau para youtuber untuk membangun konten kreatif berperspektif kemanusiaan dan perdamaian untuk menghapus tingkat kekerasan terhadap perempuan, termasuk transpuan. Tidak boleh ada lagi tindakan-tindakan diskriminatif terhadap perempuan dan transpuan.

"Kelompok transpuan adalah salah satu kelompok rentan yang perlu dilindungi dari aksi aksi diskriminasi dan kekeraaan," ujarnya.

Selain itu Komnas Perempuan mendorong pemerintah agar menghapus perda-perda dan peraturan-peraturan yang diskriminatif terhadap transpuan di semua lembaga pemerintahan. Sebab transpuan merupakan warga negara yang memiliki hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi.

Komnas Perempuan mengingatkan kembali bahwa konstitusi telah menjamin perlindungan dan pemenuhan HAM dalam satu bab khusus tentang HAM yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Terkait dengan hak transpuan, Pasal 28 A UUD 1945 menyatakan bahwa 'Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya'.

Pasal 28I menyatakan bahwa setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Baca Juga: Ferdian Paleka Diminta Serahkan Diri, Polisi Siap Tindak Tegas

Selain hak-hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945, Indonesia juga telah mengesahkan Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan melalui UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). Pengesahan konvensi tersebut mewajibkan negara untuk menghapus segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap transpuan.

Masuknya transpuan dalam lingkup pelaksanaan Konvensi ini ditegaskan dalam rekomendasi Komite CEDAW PBB No.28 yang mengakui bahwa “diskriminasi perempuan berdasarkan jenis kelamin dan gender terkait erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perempuan, seperti ras, etnis, agama atau kepercayaan, kesehatan, status, usia, kelas, kasta, dan orientasi seksual serta identitas gender.”

Dengan demikian, kelompok transpuan berhak atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasinya dalam perundang-undangan maupun peraturan perundang-undangan lainnya.

Komnas Perempuan mencatat bahwa kelompok transpuan adalah kelompok yang paling rentan mendapatkan diskriminasi dan kekerasan, karena masyarakat lebih mudah mengidentifikasi kelompok transpuan dari ekspresi gendernya dan orientasi seksualnya yang dilegitimasi dengan ajaran-ajaran agama menurut tafsir mereka.

Bentuk-bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap transpuan diantaranya adalah: (i) Pengusiran transpuan dari rumah, atau komunitas sekitarnya; (ii) Sulit dalam akses administrasi kependudukan, baik dalam birokrasi kepengurusannya maupun pilihan gender mereka; (iii) Stereotipe bahwa transpuan adalah sampah masyarakat dan penyakit sosial; (iv) Perundungan (bullying) dengan menjuluki mereka dengan olok-olok yang berkonotasi melecehkan seperti “bencong” atau “banci”.

Kondisi tersebut menyebabkan ruang hidup untuk berkembang mencapai kehidupan yang layak menjadi sangat sempit, sehingga mengalami pemiskinan yang pada akhirnya berujung dengan kehidupan jalanan. Dalam situasi pandemi COVID-19 ruang hidup transpuan bukan hanya semakin sempit tetapi kualitas hidup mereka sebagai bagian dari kelompok rentan juga menurun.

Sementara itu diskriminasi dan kekerasan terhadap transpuan terus berlanjut di masa pandemi COVID-19. Setelah kasus Mira yang dibakar atas tuduhan mencuri pada 4 April beredar video prank oleh Ferdian Paleka yang mencederai rasa keadilan masyarakat. Di masa normal, transpuan mengalami berbagai diskriminasi, persekusi dan kekerasan yang membatasi ruang-ruang hidupnya. Di masa pandemi COVID-19 dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tanah air, ruang-ruang hidup mereka yang sempit itu, semakin sempit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI