Suara.com - Diterbitkannya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada Rabu (6/5/2020) dikritisi Komisioner Ombudsman RI Alvin Lie.
Dia menilai ada beberapa celah yang rawan disalahgunakan dalam aturan yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Celah rawan tersebut, jelas Alvin, berada pada poin C yang mengatur ruang lingkup.
Dalam huruf (C) tersebut, mengatur kriteria pembatasan perjalanan orang keluar atau masuk wilayah batas negara dan/atau batas wilayah administratif dengan kendaraan pribadi atau sarana transportasi umum (darat, kereta api, penyeberangan, laut dan udara) di seluruh Indonesia.
Pada nomor (1), tertulis kriteria pengecualian pada huruf (a) mengenai perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta.
Baca Juga: Surat Edaran Keluar, Ini Kriteria Masyarakat yang Boleh Bepergian
"Celah rawan pertama, yakni di poin C.1.a.6 mengenai pelayanan fungsi ekonomi penting, ini subyektif dan multitafsir," katanya kepada Suara.com pada Rabu (6/5/2020).
Kemudian, dia juga menyoroti pada poin nomor (2) yang mengatur persyaratan pengecualian. Terutama pada poin (a) mengenai persyaratan perjalanan orang yang bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta. Hal tersebut terkait kewajiban menunjukan surat tugas yang ditandatangani direksi atau kepala kantor.
"Pada poin C.2.a.2 yang mengharuskan menunjukkan surat tugas, bagaimana memastikan keaslian dan keabsahan? Terutama untuk perusahaan swasta."
Kemudian pada aturan nomor (4) yang mewajibkan adanya surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai dengan sepengetahuan kepala desa atau lurah, Alvin mempertanyakan cara petugas mengetahui keabsahan tanda tangan kepala desa atau lurah yang bersangkutan.
"Poin C.2.a.4 mengenai surat pernyataan pribadi di atas materai, diketahui oleh Lurah/Kepala Desa, bagaimana memastikan keaslian dan keabsahan Lurah/Kepala Desa?" tanyanya.
Baca Juga: IDI Cemaskan Rencana Menhub Izinkan Sebagian Warga Bepergian Saat Pandemi
Lebih lanjut, Alvin juga menilai jika dalam surat edaran tersebut tidak menjelaskan secara detail mekanisme pelaksanaannya.
"Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 seharusnya menjelaskan lebih detail dan mengatur teknis pelaksanaannya bagaimana. Misal, Test Covid yang seperti apa? Rapid Test atau Swab Test atau PCR? Dilakukan oleh rumah sakit mana? Apakah harus ada izin dulu baru boleh beli tiket?" katanya.
Apalagi, kata Alvin, tidak dijelaskan pula dalam SE tersebut siapa yang memiliki kewenangan memeriksa kelengkapan syarat, waktunya, serta tempat pemeriksaannya.
"Tapi itu, justru tidak diatur," kata Alvin
Tak hanya itu, dia juga meragukan kesiapan petugas transportasi yang rencananya akan mulai dibuka kembali pada Kamis (7/5/2020).
"Apakah mereka sudah dibekali pengetahuan memadai dan pelatihan untuk pastikan keabsahan atau keaslian surat tugas dan pernyataan?" tambahnya.
Lantaran itu, dia menilai keberadaan aturan yang dikeluarkan Gugus Tugas Percepatan Penaganan Covid-19 bakal menjadi soroton luas. Apalagi hal tersebut berpotensi menjadi blunder, jika dibenturkan dengan adanya imbauan larangan mudik yang digembor-gemborkan Presiden Joko Widodo sebelumnya.
Karena jika diamati, berpotensi bakal menjadikan penularan Covid-19 semakin meluas di wilayah tujuan mudik.
"Larangan mudik bobol, penyebaran Covid-19 meledak di Jabar, Jateng dan Jatim," ujarnya.