Suara.com - Angka kematian resmi Covid-19 di Brazil meningkat hingga ratusan per hari, tetapi Presiden Jair Bolsonaro hanya menanggapinya dengan dua kata: "So what (lalu kenapa)?"
Presiden Bolsonaro mendesak warga Brazil untuk kembali bekerja.
Ia berjabat tangan, bahkan mengambil foto dengan para pendukungnya pada rapat umum di Brasilia, Minggu kemarin (03/05).
Namun, kini dia menghadapi kritik luas karena berulang kali meremehkan penyakit itu.
Baca Juga: Sebut Pandemi Covid-19 Akal-akalan Media, Akun Anak Presiden Brasil Dicekal
Jumlah kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di negara itu telah melewati 100.000, dengan lebih dari 7.000 kematian - angka tertinggi di Amerika Latin.
Namun ketika ditanya oleh seorang jurnalis tentang jumlah korban tewas, yang telah melebihi 5.000 pada hari Selasa (28/04), presiden mengatakan:
"Lalu kenapa? Saya minta maaf, (tapi) apa yang kamu ingin saya lakukan? Saya tidak bisa mendatangkan mukjizat."
'Flu ringan'
Bolsonaro sebelumnya menganggap Covid-19 sebagai "flu ringan" dan menyalahkan pers yang ditudingnya menyebarkan berita palsu untuk membuat penduduk khawatir.
Baca Juga: Pulang ke Brasil, Asisten Pelatih Persija Jakarta Menyatu dengan Alam
Sementara itu, di media sosial, kelompok-kelompok yang mendukung presiden membagikan gambar palsu peti mati, yang mereka katakan dikubur tanpa jenazah, untuk meningkatkan angka kematian Covid-19 di negara itu.
Paling tidak tiga jurnalis diserang selama demonstrasi hari Minggu (03/05), di mana ratusan demonstran menyerukan agar Kongres dan Mahkamah Agung ditutup.
Kantor berita Reuters menyaksikan seorang fotografer dari surat kabar O Estado de S. Paulo ditarik dari tangga dan berulang kali ditendang tulang rusuknya.
Bolsonaro sebelumnya mengatakan "orang dengan riwayat atletis seperti saya" tidak akan merasakan apa-apa jika mereka tertular virus - paling buruk, mereka akan merasakan flu ringan, katanya.
Namun pemimpin sayap kanan itu berada di bawah tekanan untuk mengungkapkan apakah dia menderita penyakit itu, setelah lebih dari 20 anggota rombongannya dalam kunjungan resmi ke AS pada Maret lalu, didiagnosis positif Covid-19.
Pada tanggal 19 April, Bolsonaro bergabung dengan demonstrasi lain yang menuntut diakhirinya karantina wilayah di luar markas tentara di ibukota, Brasilia. Selama pidatonya, dia batuk.
Tapi komentar presiden terbaru "So what?" bahkan membuat beberapa pendukungnya marah.
'Ceroboh'
Guilherme Rolim adalah seorang dokter gigi berusia 36 tahun yang mengatakan ia memilih Bolsonaro dalam pemilihan umum 2018 karena menginginkan "perubahan".
Rolim mengatakan kepada BBC Brasil bahwa dia menganggap pilihannya sebuah "kejahatan yang perlu" tetapi, setelah kehilangan ayahnya karena Covid-19, dia kecewa dengan penanganan Covid-19 oleh pemerintah.
"Bolsonaro adalah orang yang ceroboh. Pernyataan ini membuktikan dia tidak bertanggung jawab dan membahayakan. Presiden bermain-main dengan sesuatu yang sangat serius," katanya.
"Sebagai seorang anak yang kehilangan ayahnya karena virus, saya takut pada hal-hal yang dikatakan presiden. Mungkin dia mengatakan itu karena dia tidak pernah kehilangan orang yang dicintainya, dia belum merasakan sakit luar biasa yang ditimbulkan dari kehilangan ini."
Di negara-negara bagian seperti Sao Paulo dan Rio de Janeiro, langkah-langkah karantina diperluas, dan gubernur setempat mengkritik Bolsonaro.
Virus corona juga masuk ke ranah politik ketika Bolsonaro memecat menteri kesehatannya yang populer, Luiz Henrique Mandetta, bulan lalu, karena perbedaan pendapat terkait cara menghadapi virus corona.
Dia menggantikan Mandetta dengan Nelson Teich, seorang ahli onkologi yang merupakan CEO beberapa klinik swasta dan sekarang menjadi mitra konsultan layanan kesehatan.
Sikap presiden terhadap virus corona sejalan dengan sekelompok warga di Brazil, khususnya di kalangan pebisnis, yang khawatir dengan konsekuensi ekonomi dari karantina wilayah.
'Brazil tidak dapat berhenti'
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Datafolha pada tanggal 29 April mengatakan 52% orang Brasil percaya mereka harus harus tinggal di rumah saat pandemi. Angka ini turun dari 60% di awal bulan April.
Di kalangan masyarakat terkaya di negara itu, dukungan untuk peraturan karantina wilayah mencapai 39%.
Junior Durski, miliarder pemilik restoran Madero, memicu kemarahan publik setelah mengatakan pada bulan Maret: "Sekarang 5.000 orang akan mati karena virus corona dan kami tidak dapat menghindarinya. Kami tidak dapat menutup semuanya, bersembunyi dari musuh, dan tidak bekerja. "
Dia kemudian mengatakan bahwa kutipannya diambil di luar konteks.
Banyak pengusaha lain mengambil sikap yang sama, termasuk miliarder Luciano Hang, pemilik pusat perbelanjaan Havan yang disebut Bloomberg sebagai "penginjil pasar bebas".
Hang mengkritik "histeria" Covid-19 dan mengatakan dia tidak khawatir dengan keadaannya sendiri, tetapi tentang ekonomi Brazil.
Dia mengatakan secara pribadi dia mampu memecat 22.000 karyawannya dan "pergi ke pantai".
Isolasi global
Namun, ketika dunia semakin khawatir dengan konsekuensi virus corona, sikap Bolsonaro tampaknya membuatnya semakin terasingkan.
Tom Phillips, seorang koresponden untuk The Guardian di Rio, menulis dalam akun Twitternya: "Mencoba (dan gagal) membayangkan ada pemimpin dunia lain yang ketika ditanyai tentang ribuan kematian di negaranya akan menjawab: 'Lalu kenapa?'"
Bahkan Donald Trump - Bolsonaro senang dibandingkan dengan Trump- telah menerapkan langkah-langkah pembatasan pergerakan sosial, meskipun itu berdampak pada ekonomi mereka.
Saat konferensi pers di Gedung Putih, Kamis (28/04), Trump mengomentari kesulitan yang dihadapi Brazil.
"Saya benci mengatakannya, tetapi (angka kasus di) Brazil sangat tinggi, grafiknya sangat, sangat tinggi. Di sana, (grafiknya) hampir vertikal," kata Trump. "Presiden Brazil benar-benar teman baik saya, pria hebat, tetapi mereka hidup dalam masa yang sangat sulit."
Gubernur negara bagian Florida, Ron de Santis, mengatakan ia mengamati situasi di Brazil dengan "sangat cermat". Itu memicu kekhawatiran bahwa tindakan pembatasan khusus untuk warga Brazil akan diterapkan.
Para ahli mengatakan angka resmi Covid-19 Brasil bisa jadi terlalu diremehkan.
Menurut Imperial College London, tingkat transmisi di Brazil adalah 2,8 dan merupakan yang tertinggi di antara 48 negara yang diperbandingkan.
Negara-negara yang melonggarkan 'lockdown' mengatakan angka transmisi harus di bawah 1 - yang berarti bahwa setiap orang yang tertular virus corona menularkannya ke rata-rata kurang dari satu orang.
Hal itu akan menyebabkan lebih sedikit orang yang terinfeksi, sampai penularan berhenti sepenuhnya.
Masalah politik
Krisis virus corona di Brazil menambah tantangan politik bagi Bolsonaro.
Bulan lalu Mahkamah Agung membatalkan penunjukan teman Bolsonaro, Alexandre Ramagem, untuk mengawasi Polisi Federal - yang saat ini sedang menyelidiki putranya, Carlos, atas tuduhan terlibat dalam skema untuk menyebarkan berita palsu.
Kontroversi tersebut berujung pada pengunduran diri "menteri super" Bolsonaro, Sergio Moro, yang menuduh presiden berusaha ikut campur secara politis dalam pekerjaannya.
Tetapi Bolsonaro telah membantah kritik itu.
"Lalu kenapa?" dia menulis di akun Facebook-nya.
"Sebelum bertemu putra-putraku, aku sudah bertemu Ramagem. Haruskah penunjukannya dibatalkan karena ini? Teman siapa yang harus kupilih?"