Yani juga mengaku dilematis dalam mengelola dana BOS di masa pandemi Corona ini.
Di satu sisi, dia ingin membayar lebih besar honor bagi empat orang guru honorer di sekolahnya, tapi di sisi lain, beberapa kegiatan dan program sekolah harus tetap dijalankan.
Apalagi, ada program-program tambahan di masa pandemi ini, seperti disinfeksi gedung sekolah, pemberian masker bagi siswa, kuota internet bagi siswa dan guru untuk mendukung pembelajaran daring, dan uang transportasi bagi guru yang mendatangi siswa jika kesulitan belajar daring. Sementara besaran dana BOS tidak mengalami perubahan dan tetap disesuaikan dengan jumlah siswa.
"Dua triwulan ini, kekurangannya delapan hingga Rp 10 juta dari sana (kementerian). Yah sulit (mau ngasih honor lebih), programnya banyak. (Tapi), dulu (honormya) kan hanya 15 persen, sekarang justru hampir 30 persen. Boleh (30 persen), tapi jangan melebihi 50 persen untuk honor itu," kata Yani.
Baca Juga: Jokowi Janjikan Bantuan Untuk Sopir Bus, Organda DKI: Banyak Belum Dapat
Menunggak Iuran Sekolah
Pada masa pandemi Corona, kesulitan tidak hanya dialami guru honorer. Orang tua siswa pun ada yang perekonomiannya terdampak wabah virus corona sehingga terpaksa menunggak iuran sekolah.
Hal itu dilakukan Ranti, ibu dua anak yang menjadi pesuruh di sebuah rumah indekos dengan gaji Rp 750 ribu per bulan.
Dia menunggak iuran sekolah anaknya setelah selama dua bulan warung angkringannya tutup karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Suaminya yang merupakan kuli bangunan menganggur karena sepi permintaan renovasi rumah.
Baca Juga: WNA Tewas Terjatuh dari Lantai 2 di Bali, Petugas Evakuasi dengan APD
"Waktu kita jualan, ada tambahan pemasukan. Kalau sekarang cuma mengandalkan gaji nggak seberapa, sebagai tukang bersih-bersih. Anak saya sekolah di SMA swasta. Hari gini daripada buat bayar SPP, mending buat makan dulu," ujar perempuan berusia 43 tahun itu kepada kepada wartawan di Semarang, Nonie Arnee.