Guru Honorer Jual Barang, Ortu Siswa Tunggak SPP: Mending Buat Makan

Rizki Nurmansyah Suara.Com
Senin, 04 Mei 2020 | 20:23 WIB
Guru Honorer Jual Barang, Ortu Siswa Tunggak SPP: Mending Buat Makan
Ilustrasi penyemprotan disinfektan di ruang kelas sekolah yang menjadi tempat belajar para siswa. [Dok.BBC News Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebelum pandemi corona, kehidupan ekonomi Andi Priyanto lumayan berkecukupan. Selain dari pekerjaannya sebagai guru honorer, kebutuhan hidup Andi dan keluarga ditopang dari penghasilannya sebagai pedagang makanan dengan omzet penjualan Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per hari.

Namun, pandemi Covid-19 datang dan menghantam keuangan Andi. Sekolah diliburkan dan warga dianjurkan diam di rumah guna menghambat penularan virus Corona. Kondisi itu berpengaruh besar pada omzet penjualannya.

"(Jualan saya) benar-benar nggak laku. Biasanya omset sehari Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Sekarang buat dapatin Rp 50 ribu aja susah banget," ungkap Andi kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Andi, yang menjadi guru honorer di SD Negeri 04 Batujajar Kabupaten Bandung Barat, terpaksa menjual barang-barang di rumahnya untuk makan sehari-hari.

Baca Juga: Jokowi Janjikan Bantuan Untuk Sopir Bus, Organda DKI: Banyak Belum Dapat

"Saya menjual barang-barang yang ada di rumah. Saya menjual TV tabung, handphone punya istri. Saya juga berutang ke teman," kata bapak satu anak ini.

Andi tidak bisa mengandalkan honornya sebagai guru untuk menghidupi keluarga. Karena selain hanya Rp 1 juta per bulan, pembayarannya pun sering terlambat tergantung pencairan dana BOS (bantuan operasional sekolah).

Tersendatnya pendapatan juga dirasakan Roswita, seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta di Manokwari, Provinsi Papua Barat.

"Kami menerima gaji, tapi unjangan-tunjangan lain dihentikan dulu. Pembayaran gaji pun lambat, tidak tepat pada waktunya. Biasanya kita terima tanggal 3 atau 4 awal bulan. Namun bulan Maret dan April, kita menerimanya pada tanggal belasan.

"Kalau pihak yayasan kewalahan dan tidak punya dana lagi, otomatis kami diberhentikan," papar Roswita kepada Safwan Ashari, wartawan di Manokwari yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca Juga: WNA Tewas Terjatuh dari Lantai 2 di Bali, Petugas Evakuasi dengan APD

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyikapi kondisi para guru honorer ini dengan menerbitkan Peraturan Menteri nomor 19 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 18 tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI