Ada pula kritik dari kelompok liberal yang menuding Cultuurstelsel telah membunuh bisnis perkebunan swasta di Hindia Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda merespons kritik-kritik itu dengan memberlakukan Undang-undang Agraria (Agrarische Wet) pada 1870.
"Undang-undang agraria atau Agrarische Wet 1870 membuka peluang lebih besar bagi pihak swasta untuk masuk ke dalam sektor perkebunan di Priangan. Tentunya ini membawa dampak makin luasnya area perkebunan di Priangan," papar Dicky Soeria Atmadja, wakil ketua International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia.
"Dan dengan semakin luasnya area perkebunan tentunya kebutuhan transportasi terutama kereta api juga akan makin meningkat. Dengan demikian terlihat bahwa pemerintah mendorong dibangunnya kembali beberapa jalur atau sejumlah jalur di Priangan untuk mendukung perkebunan-perkebunan baru ini," tambah Dicky.
Baca Juga: Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia
Sejumlah literatur mencatat jumlah perkebunan meningkat di Priangan setelah kereta api hadir sebagai moda transportasi tepat pada masa peralihan dari era Cultuurstelsel atau tanam paksa ke era Undang-Undang Agraria.
Setelah UU Agraria diberlakukan, pada tahun 1902 di seluruh Hindia Belanda terdapat lebih kurang 100 perkebunan teh; 81 di antaranya terletak di Jawa Barat.
Perkebunan kina di Hindia Belanda berjumlah 82 buah, dan yang berada di Jawa Barat sebanyak 60 perkebunan.
Produksi kina dari Hindia Belanda (terutama perkebunan di Priangan) pada tahun 1939 sebanyak 12.391 ton alias sama dengan 90% dari seluruh produksi kina dunia.
Stasiun Sukabumi
Baca Juga: 3 Fakta Ki Hajar Dewantara, Sosok di Balik Sejarah Hari Pendidikan Nasional
Kita melanjutkan perjalanan menuju stasiun Sukabumi.